PENDAHULUAN
Pembangunan di bidang kesehatan pada hakikatnya merupakan bagian integral
dari pembangunan kesejahteraan bangsa secara berkesinambungan, terus menerus
dilakukan bangsa Indonesia untuk menggapai cita-cita luhur, yakni terciptanya
masyarakat yang adil dan makmur, baik spiritual maupun material. GBHN 1999
mengamanatkan perlunya meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan
yang saling mendukung melalui pendekatan paradigma sehat, dengan memberikan
prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
dan rehabilitasi (Suhardjo, 2002).
Bukti empiris pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh status gizi yang
baik. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dibedakan atas status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih
(Almatsier, 2004).
Usia remaja
merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Banyak perubahan yang
terjadi dengan bertambahnya masa otot dan jaringan lemak dalam tubuh. Selain
itu juga terjadi perubahan hormonal, perubahan dari aspek sosiologis maupun
psikologisnya. Perubahan ini berpengaruh terhadap kebutuhan gizinya. Kondisi
hormonal pada usia remaja menyebabkan aktifitas fisiknya makin meningkat
sehingga kebutuhan energi juga meningkat. Banyak permasalahan yang berdampak
negatif terhadap kesehatan dan gizi remaja terutama mengenai pola makan mereka
yang biasanya dalam memilih makanan tidak berdasarkan kandungan gizinya tetapi
sekedar untuk bersosialisasi/kesenangan (Hudha, 2006).
Pola makan merupakan susunan jenis
dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu. Pola makan remaja perlu penanganan yang serius karena
mempengaruhi kecerdasan otak dan tingkat
kesehatan yang optimal. Pemberian makanan perlu diatur sesuai dengan kecukupan
gizi yang dianjurkan (Baliwati. dkk, 2004).
Diketahui
bahwa pola makan sangat mempengaruhi keadaan gizi seseorang, pola makan yang
baik dapat meningkatkan status gizi. Keadaan gizi kurang terjadi karena tubuh
kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi yang dibutuhkan seperti Jumlah zat
gizi yang dikonsumsi kurang, mutunya rendah, dan frekuensi makan kurang.
Sedangkan keadaan gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam
jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan. Gangguan
gizi terjadi baik pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih (Almatsier,
2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Permaesih (2003), tentang
status gizi remaja yang tinggal di Pondok Pesantren di Kabupaten Bogor, menyatakan
bahwa sebanyak 58% santri Pondok Pesantren status gizi baik, 2% dengan status
gizi lebih dan 40% status gizi kurang dan kurus. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Hudha (2006)
menunjukkan bahwa pola makan remaja termasuk kategori baik sebesar 71.44%,
aktivitas fisik termasuk jenis aktivitas ringan sebesar 77.28% dan obesitas remaja
sebesar 56.66%. Hasil analisis data menunjukkan
bahwa ada hubungan antara pola makan dan aktifitas fisik dengan status gizi
remaja.
Berdasarkan
hasil penelusuran tentang status gizi remaja di Kabupaten Wakatobi ditemukan
bahwa belum pernah dilakukan penelitian status gizi remaja khususnya remaja usia sekolah menengah pertama (SMP).
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 (SMPN 1) Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi
merupakan Sekolah Menengah Pertama di
Kabupaten Wakatobi dengan jumlah siswa terbanyak yaitu laki-laki 462 orang,
perempuan 526 orang, dengan klasifikasi
jumlah siswa kelas VII sebanyak 272 orang, kelas VIII 310 orang dan kelas IX sebanyak 409 orang
(SMPN 1 Wangi-Wangi, 2010).
Oleh karena itu
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut dengan
asumsi bahwa banyaknya siswa dapat mewakili populasi remaja SMP di Kabupaten
Wakatobi.
BAHAN DAN METODE
Penelitian termasuk
jenis penelitian deskriptif
analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study.
Penelitian ini telah dilaksanakan
tanggal 5-9 Agustus 2010 di SMP Negeri 1 Wangi - Wangi kabupaten Wakatobi tahun
2010.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 1
Wangi-Wangi yaitu sebanyak 310 orang siswa.
Sampel dalam penelitian ini yaitu
siswa SMP Negeri 1 Wangi-Wangi sebanyak 76 sampel. Teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan menggunakan Purporsive Sampling dengan kriteria sampel sebagai berikut :
1.
Laki-laki
maupun perempuan
2.
Berusia
13-14 tahun
3.
Siswa
kelas VIII SMPN 1 Wangi-Wangi
4.
Bersedia menjadi responden.
Untuk menghitung besarnya sampel yang
populasinya lebih kecil dari 10000 mengunakan rumus:
n =
310
310.(0,10)² + 1
n = 310
310 (0,01) + 1
n = 310
4,1
n = 76
sampel
Keterangan
N =
Jumlah populasi
n =
Besar sampel
d
= Besar presisi 10% atau 0,10 (Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan)
(Notoatmodjo,
2004)
Jenis
dan Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
a.
Identitas sampel meliputi umur, jenis
kelamin, sosial ekonomi dikumpulkan melalui hasil wawancara dengan menggunakan
kuisioner
b.
Data pola makan dikumpulkan menggunakan Food Frequensi makanan/
c.
Data status gizi remaja diperoleh melalui
pengukuran berat badan menggunakan timbangan injak dan tinggi badan menggunakan mikrotoice berdasarkan IMT.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data demografi/profil SMPN 1 Wangi-Wangi Kabupaten
Wakatobi yang diperoleh menggunakan
metode dokumentasi.
1.
Pengolahan
Data
a)
Data pola makan diolah secara manual berdasarkan hasil
wawancara menggunakan Quisioner Food
Frequensi mengenai pola makan remaja dan di tentukan dengan mencatat setiap
jawaban responden, kemudian menjumlahkan skor dari tiap item, selanjutnya
dibandingkan dengan skor pola makan, dengan kriteria:
Cara
memperoleh kriteria pola makan tersebut diatas yaitu:
Misalnya
Xn = 157
Xm = 383
Kelas = 2
yaitu cukup dan kurang
I = R
K
I = 383
– 157
2
I = 113
Hasil bagi + nilai skor terendah
= 113 + 157 = 270
Pola makan cukup apabila skor
jawaban > 270
Pola makan kurang apabila skor
jawaban < 270
Keterangan :
Xn = Nilai skor
terendah
Xm = Nilai skor
tertinggi
I =
Hasil bagi antara nilai R dan kelas
K =
Kelas
R = Hasil
pengukuran antara nilai skor tertinggi dan nilai skor terendah
(Toruntju, 1996
dalam kamisah, 2009)
b) Data status
gizi, diolah menggunakan IMT (Indeks Masa Tubuh) berdasarkan hasil pengukuran
berat badan dan tinggi badan kemudian dibandingkan dengan kriteria objektif.
Adapun rumus IMT adalah :
IMT = BB/(TB)2
Keterangan : IMT
= Indeks Masa Tubuh,
BB
= Berat Badan
TB =
Tinggi badan.
Untuk menganalisa IMT, makan kategori menjadi :
Kurus apabila IMT < 18,5
Normal apabila IMT ≥ 18,5
- 24,9
Analisis Data
Analisis data
berupa analisa deskriptif dan inferensial. Dalam analisis hubungan pola makan
dengan status gizi digunakan “ Uji Chi-Square” dengan rumus:
Keterangan :
=
Chi-square
abcd = Frekuensi pada sel
= Faktor koreksi
yates (Kontiyuitas)
N
= Jumlah sampel
Interprestasi hasil uji dikatakan
bermakna dengan kriteria :
x2 hitung > x2 tabel = ada
hubungan yang bermakna
x2 hitung < x2 tabel = tidak ada
hubungan yang bermakna
Penyajian data
dilakukan secara deskriptif dalam bentuk narasi dan tabulasi
Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif.
1.
Pola makan adalah cara
individu atau kelompok individu memilih bahan makanan dan mengkonsumsinya
sebagai tanggapan dari pengaruh fisiologi, sosial dan budaya di ukur dengan
frekuensi, jenis dan jumlah bahan makanan yang di konsumsi setiap hari
(Suhardjo, 2003).
Pengkategorian
nilai skor dikemukakan oleh De Wijn (1978) dalam Toruntju (1996) dalam Kamisah
yaitu:
-
Tidak pernah =
0
-
Jarang =
1
-
< 3x seminggu = 5
-
3
– 4x seminggu = 10
-
1x
sehari = 25
-
Setiap kali makan = 50
Adapun kriteria
objektif pola makan adalah :
Pola makan cukup apabila skor
jawaban > 270
Pola makan kurang apabila skor
jawaban < 270
2. Status Gizi adalah keadaan
kesehatan sebagai refleksi dari konsumsi zat gizi dan penggunaanya oleh tubuh
yang dihitung menggunakan indeks BB/TB. Dengan kriteria objektif :
Kurus apabila IMT < 18,5
Normal
apabila IMT ≥ 18,5 - 24,9
(Supariasa, dkk, 2001)
3.
Remaja adalah periode
masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan
percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial. WHO mendefinisikan
seorang anak dapat dikatakan remaja, bila telah mencapai umur 10-19 tahun (Narendra, 2002).
HASIL DAN BAHASAN
Karakteristik
|
Jumlah
|
n
|
%
|
Jenis Kelamin
|
|
|
Laki-Laki
|
26
|
34,2
|
Perempuan
|
50
|
65,8
|
Umur
|
|
|
13 Tahun
|
52
|
68,4
|
14 Tahun
|
24
|
31,6
|
Pola Makan
|
|
|
Cukup
|
23
|
30,3
|
Kurang
|
53
|
69,7
|
Frekuensi Makan
|
|
|
≥ 3 x sehari
|
76
|
100
|
Pola Hidangan
|
|
|
Makanan pokok +Lauk-pauk+
|
5
|
6,6
|
Sayuran+Buah+Susu
|
|
|
Makanan pokok + Lauk-pauk+
|
51
|
67,1
|
Sayuran+Buah
|
|
|
Makanan pokok + Lauk pauk +
|
20
|
26,3
|
Sayuran
|
|
|
Konsumsi
Makanan Jajanan
|
|
|
Ya
|
67
|
88,2
|
Tidak
|
9
|
11,8
|
Kebiasaan
Sarapan Pagi
|
|
|
Ya
|
57
|
75
|
Tidak
|
19
|
25
|
Alergi Makanan
|
|
|
Ya
|
58
|
76,3
|
Tidak
|
18
|
23,7
|
Status Gizi
|
|
|
Normal
|
41
|
53,9
|
Kurus
|
25
|
46,1
|
Tabel 1 menunjukan bahwa sebagian
besar sampel yaitu 65,8% (n=50) memiliki jenis kelamin perempuan,
selebihnya adalah laki-laki sebesar 34,2
% (n=26).
Sebagian besar sampel yaitu 68,4 % (n=52) berumur 13 tahun, selebihnya pada kategori umur 14 tahun sebesar 31,6%
(n=24).
Sampel memiliki
pola makan kurang sebesar 69,7 % (n = 53), selebihnya memiliki pola makan cukup
sebesar 30,3 % (n = 23).
67,1% (n=51)
pola hidangan sehari-hari remaja terdiri dari makanan pokok + lauk pauk +
sayuran+Buah, sebagian kecil 6,6% (n=5)
terdiri dari makanan pokok +Lauk-pauk+ Sayuran+Buah+Susu.
88,2%
(n=67) mengkonsumsi makanan jajan, selebihnya tidak mengkonsumsi makanan
jajanan sebesar 11,8% (n=9).
75 %
(n=57) melakukan sarapan pagi, selebihnya tidak sarapan pagi sebesar 25%
(n=19). Penyebab tidak dilakukannya sarapan pagi karena tidak terbiasa sarapan
yakni sebanyak 13% (n=10) dan tidak sempat sarapan pagi sebesar 12% (n=9).
76,3
% (n=58) mengalami alergi jika mengkonsumsi makanan tertentu, selebihnya tidak
alergi sebesar 26,75% (n=18). Jenis-jenis makanan yang menyebabkan alergi yaitu
telur, cumi, ikan, makanan berbumbu dan
mie.
53,9% (n=41) memiliki status gizi
normal, selebihnya memiliki status gizi kurus sebesar 46,1 % (n =35).
Hubungan Pola Makan
dan Status Gizi
Pada penelitian ini diperoleh hubungan pola makan dengan status gizi,
dimana lebih banyak sampel yang memiliki
status gizi dalam kategori normal dengan pola makan kurang.
Pola Makan
|
Status Gizi
|
Hasil Uji
|
Normal
|
Kurus
|
n
|
%
|
N
|
%
|
Cukup
|
14
|
34,1
|
9
|
25,7
|
P = 0,245
|
Kurang
|
27
|
65,9
|
26
|
74,3
|
(0,05)
|
Total
|
41
|
100
|
35
|
100
|
|
Tabel di atas menunjukan bahwa dari
35 siswa yang memiliki status gizi kurus, sebagian besar atau sekitar 74,3%
(n=26) memiliki pola makan yang masuk dalam kategori kurang. Dan dari 41 siswa
yang berstatus gizi normal, sebagian besar atau sekitar 65,9% (n=27) memiliki
pola makan yang masuk dalam kategori kurang.
Berdasarkan
analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square, diperoleh nilai p = 0,425
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pola makan dengan
status gizi siswa SMP Negeri 1 Wangi-Wangi.
Tidak
adanya hubungan antara pola makan dan status gizi disebabkan karena status gizi
bersifat multifktorial, pola makan hanya merupakan salah satu faktor dari
sekian banyak faktor, status gizi seseorang bukan hanya disebabkan oleh pola
makanya tapi merupakan interaksi dengan faktor-faktor lain yang dalam
penelitian ini tidak dijadikan variabel penelitian seperti asupan makan,
penyakit infeksi yang merupakan penyebab langsung yang mempengaruhi status
gizi.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hudha (2006) menunjukkan bahwa
ada hubungan antara pola makan dengan status gizi remaja. Pola makan remaja
termasuk kategori baik sebesar 71.44% dan obesitas remaja sebesar
56.66%.
Moore (1994) mengemukakan bahwa masa
remaja merupakan saat dimana seseorang mulai berinteraksi dengan lebih banyak
pengaruh lingkungan dan mengalami pembentukan perilaku. Perubahan gaya hidup
pada remaja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebiasaan makan mereka.
Peningkatan kemakmuran di masyarakat yang diikuti oleh peningkatan pendidikan
dapat mengubah gaya hidup dan pola makan dari pola makan tradisional ke pola
makan makanan praktis dan siap saji yang dapat menimbulkan mutu gizi yang tidak
seimbang. Hal tersebut terutama terlihat di kota-kota besar di
Indonesia. Pola makan tersebut jika tidak dikonsumsi secara rasional mudah
menyebabkan kelebihan masukan kalori yang akan menimbulkan obesitas.
Sedangkan menurut Suhardjo, dkk
(1986), secara umum status gizi dipengaruhi oleh asupan makan dan penyakit
infeksi yang diderita. Asupan makanan yaitu kecukupan energi dan protein
dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan, pendapatan keluarga dan sosial
budaya. Sedangkan penyakit infeksi dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan dan
faktor lingkungan.
KESIMPULAN
1. Pola makan remaja SMPN 1 Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi tahun
2010 sebagian besar yaitu 69,7 % (n = 53) dalam kategori kurang
2. Status
gizi remaja SMPN 1 Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi tahun 2010 sebagian besar yaitu 53,9% (n=41) memiliki
status gizi kurus.
3. Tidak
ada hubungan antara pola makan dengan status gizi siswa SMP Negeri 1
Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi tahun 2010.
Saran
1.
Bagi
institusi kesehatan, perlu adanya upaya peningkatan kerja sama dengan pihak
sekolah dalam usaha penanggulangan gizi kurang dengan melakukan pemantauan
status gizi dan pemeriksaan kesehatan secara berkala pada kelompok remaja.
2.
Bagi
institusi pendidikan, perlu adanya upaya peningkatan pengetahuan gizi dengan
upaya menambah fasilitas seperti sistem online internet, buku-buku seputar
perkembangan informasi gizi dan kesehatan.
3.
Bagi
remaja, perlu adanya perbaikan dalam konsumsi makan baik kualitas maupun
kuantitas serta aneka ragam makanan.
4.
Bagi
peneliti selanjutnya agar malakukan penelitian lebih lanjut yang mengkaji
tentang faktor-faktor langsung seperti asupan makanan dan penyakit infeksi yang
mempengaruhi status gizi siswa SMP Negeri 1 Wangi-wangi.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier.
S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT.
Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Arisman,
2004, Pencegahan dan Pengawasan Anemia
Defisiensi Besi. Widya Medika : Jakarta.
Baliwati, Yayuk, Farida. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya : Jakarta :
Handajani,
1994. Pangan dan Gizi. Penerbit Medyatama Sarana : Jakarta.
Haryanto,
2000. Mencegah Anemia Remaja. www. Saturmed.com (diakses tanggal 23 April 2010)
Hudha. L,
2006. Hubungan Antara Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Obesitas Pada Remaja Kelas
II SMP Theresiana I Yayasan
Bernadus Semarang. http://digilib.unnes.ac.id. (Diakses
tanggal 21 April 2010).
Husaini,
1989. Tumbuh Kembang dan Gizi Remaja.
Bulentin Gizi : Jakarta.
Irianto dan
Waluyo, 1997. Gizi dan Pola Hidup
Sehat. Penerbit Yrama Widya : Jakarta.
Kamisah,
2009. Hubungan Pola
Konsumsi Pangan dan Tingkat Asupan Gizi dengan Status Gizi Remaja Putri di SMAN
6 Kendari. Poliknik Kesehatan Depkes Kendari Jurusan Gizi.
Khomsan,
dkk, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi.
Penerbit Swadaya : Jakarta.
Khumaidi,
1994. Gizi Masyarakat. Gunung Mulia :
Jakarta
Koentjaraningrat,
1985. Ilmu-Ilmu Sosial dalam Pembangunan
Kesehatan. Anggota IKPI: Jakarta.
Moehji,
Sjahmin. 2003. Ilmu Gizi. Bharata
Karya Aksara : Jakarta.
Narendra,
B. Moersintowati, 2002. Tumbuh Kembang
Anak dan Remaja. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta.
Notoadmodjo,
2004. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit
Rineka Cipta : Jakarta.
Permaisih. Dkk, 2003. Status Gizi Remaja dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya. http://digilib.ITB.Aac.id. Diakses tanggal 23 November 2009.
Pudjiadi,
Solihin. 2001. Ilmu Gizi Klinis Pada
Anak. Balai Penerbit FKU : Jakarta.
Sajogyo,
2006. Gizi Remaja Putri. Balai Penerbitan FKUI : Jakarta.
Santoso dan
Ranti, 2004. Kesehatan dan Gizi. Penerbit
Rineka Cipta : Jakarta.
Sediaetomo,
Ahmad Djaeni, 1991. Ilmu Gizi Untuk
Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Dian Rakyat : Jakarta.
Suhardjo,
2002. Berbagai Cara
Pendidikan Gizi. Penerbit Bumi Aksara : Jakarta.
,
2003. Perencanaan Pangan dan Gizi.
Penerbit Bumi Aksara : Jakarta.
Suhardjo
dan Hadi, 2004. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. Penerbit Bumi
Aksara : Jakarta
Suhardjo, dkk, 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian.
Jakarta : UI Press : 13-15, 30-33
Supariasa,
IDN, Fajar dan Bakri. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit
Buku Kedokteran : Jakarta.
Toruntju,
S. A, 1994. Faktor Sosial Ekonomi Yang
Berhubungan Dengan Tingkat Asupan Zat Yodium Pada Ibu Hamil Di Daerah Endemik
GAKY Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DIY. TesisS yang tidak di
Publikasikan. Program Pasca Sarjana UGM : Yogyakarta.
Widjajo, M.C.
2002. Gizi Tepat Untuk Perkembangan Otak.
Kawan Pustaka : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar