BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menghadapi
era globalisasi, ketenaga-kerjaan semakin diharapkankonstribusinya dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akantercermin dengan
meningkatnya profesionalisme, kemandirian, etos kerja dan produktivitas
kerja. Untuk mendukung itu semua diperlukan tenaga kerja danlingkungan kerja
yang sehat, selamat, nyaman dan menjamin peningkatan produktivitas kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi resiko kecelakaan dan
penyakit akibat kerja terhadap pekerja yang berkaitan dengan alat kerja, bahan
dan proses pengolahan, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaannya. K3 baik sekarang maupun di masa mendatang merupakan sarana
menciptakan situasi kerja yang aman, nyaman dan sehat, ramah lingkungan
sehingga mendorong effisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya
dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak, bagi pekerja maupun pengusaha.
Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) adalah kepentingan pengusaha, pekerja dan
pemerintah di seluruh dunia. Menurut perkiraan ILO, setiap tahun diseluruh
dunia 2 juta orang meninggal karena masalah akibat kerja. Dari jumlah
ini,354.000 orang mengalami kecelakaan fatal. Disamping itu, setiap tahun ada
270 juta pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja dan 160 juta yang
terkena penyakitakibat kerja. Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahaya-bahaya
akibat kerja iniamat besar. ILO memperkirakan kerugian yang dialami sebagai
akibat kecelakaan-kecelakaan dan penyakit-penyakit akibat kerja setiap tahun
lebih dari US$1.25 triliunatau sama dengan 4% dari Produk Domestik Bruto (GDP)
Kesehatan lingkungan kerja sering kali
dikenal juga dengan istilah Higiene Industri atau Higiene Perusahaan. Tujuan
utama dari Higien Perusahan dan Kesehatan Kerja adalah menciptakan tenaga kerja
yang sehat dan produktif. Selain itu Kegiatannya bertujuan agar tenaga kerja
terlindung dari berbagai macam resiko akibat lingkungan kerja diantaranya
melalui pengenalan, evaluasi, pengendalian dan melakukan tindakan perbaikan
yang mungkin dapat dilakukan. Melihat risiko bagi tenaga kerja yang mungkin
dihadapi di lingkungan kerjanya, maka perlu adanya personil di lingkungan
industri yang mengerti tentang hygiene industri dan menerapkannya di lingkungan
kerjanya.
Hiperkes pada dasarnya merupakan penggabungan
dua disiplin ilmu yang berbeda yaitu medis dan teknis yang menjadi satu
kesatuan sehingga mempunyai tujuan yang sama yaitu menciptakan tenaga kerja
yang sehat dan produktif. Sejarah hiperkes berkembang setelah abad ke-16. Pada
tahun 1556 oleh Agricola dan 1559 oleh Paracelcus di aderah pertambangan.
Benardi Rammazini (1633-1714), dikenakl sebagai bapak Hiperkes, yang membahas
hiperkes di industry textile terutama mengenai penyakit akibat kerja (PAK).
Modernisasi teknologi industri yang semakin maju menyebabkan semakin
luasnya pemaparan suhu dan getaran. Paparan suhu dan getaran terhadap pekerja
yang tersebar dalam berbagai industri merupakan masalah yang harus mendapat
perhatian khusus sebab akan berakibat menimbulkan penyakit atau kecelakaan
kerja.
Pada banyak
kasus, getaran tidak diinginkan kerena dapat membuang energi, menimbulkan
ketidaknyamanan, menghasilkan bunyi derau (noise) dan bahkan dapat menyebabkan
kerusakan. Selain dapat terjadi pada sistem mekanik dan sistem elektrik yang
pada dasarnya berskala kecil, getaran juga dapat terjadi pada struktur
dengan skala yang sangat besar seperti jembatan suspensi, gedung
bertingkat tinggi maupun struktur ruang angkasa. Dewasa ini, pembangunan struktur
skala besar dengan bobot kecil menjadi trend baru karena dapat mengurangi biaya dan
energi. Akan tetapi, efek terhadap kesehatan dapat terjadi secara langsung
maupun tidak langsung. Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh
karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, gangguan
kesehatan kerja tersebut dapat timbul akibat pekerjaanya, karena semakin
kecilnya rasio antara berat dan ukuran struktur tersebut akan menyebabkan
struktur lebih lentur sehingga menjadi sangat sensitif terhadap masalah
getaran. Maka dari itu perlu diketahui pula cara-cara pencegahan dan
penanggulangan penyakit kerja akibat getaran, agar produktivitas kerja tetap
meningkat.
Rumusan masalah dalam makalah
ini adalah:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan Getaran dan Suhu?
2.
Bagaimanakan
cara mengukur suhu dan getaran?
3.
Bagaimanakan
dampak suhu dan getaran?
4.
Bagaimanakan
cara pengendalian suhu dan getaran?
C.
Tujuan
1. Tujuan
Umum
Untuk mengetahui tentang bahaya fisik Suhu dan Getaran.
2. Tujuan
Khusus
a. Untuk mengetahui tentang defenisi tentang
suhu
b. Untuk mengetahui tentang cara
penilaian suhu
c. Untuk mengetahui tentang dampak suhu
d. Untuk mengetahui tentang pengendalian
suhu
e. Untuk mengetahui tentang defenisi tentang
getaran
f. Untuk mengetahui tentang cara penilaian
getaran
g. Untuk mengetahui tentang dampak
getaran
h. Untuk mengetahui tentang pengendalian
getaran
D.
Manfaat
Bagi Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari makalah ini adalah:
- Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pemerintah dan instansi terkait dalam menentukan kebijakan dan perencanaan
program penanggulangan masalah bahaya fisik khususnya bahaya suhu dan getaran.
2.
Manfaat Praktis
a. Bagi
Ilmu Kesehatan Masyarakat, agar dapat menambah wawasan dalam ilmu
kesehatan masyarakat khususnya tentang hyperkes
b. Bagi penulis, kiranya makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan cakrawala berpikir dan mampu memberikan
sumbangan pemikiran mengenai bahaya faktor fisik khususnya suhu dan getaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bahaya
Lingkungan Kerja
1.
Pengertian
Penyakit Akibat
Kerja (PAK) atau Occupational Diseases adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja (Permennaker No. Per.
01/Men/1981). Sedangkan menurut ILO tahun 1996
PAK adalah
penyakit yang diderita sebagai akibat pemajanan terhadap faktor-faktor yang
timbul dari kegiatan pekerjaan.
2.
Faktor-Faktor Bahaya Lingkungan
Kerja
Di tempat kerja terdapat faktor-faktor yang menjadi sebab penyakit akibat
kerja sebagai berikut:
1. Golongan Fisik
Faktor penyebab
penyakit akibat kerja golongan kimiawi diantaranya adalah:
a.
Getaran.
Getaran dengan frekeunsi tertentu dapat menimbulkan efek kesehatan seperti
kerusakan sel tulang rawan (arthritis pemanen), kerusakan spinal, hematuria,
perdarahan paru, tekanan darah dan denyut jatung meningkat.
b.
Kebisingan. Occupational noise (bising yang berhubungan dengan
pekerjaan) yaitu bising yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja.
Dimana suara tinggi/bising
ini yang bisa menyebabkan pekak atau tuli.
c.
Radiasi. Radiasi yang dapat berupa radiasi pegion dan
radiasi non pegion. Radiasi Pegion, misalnya berasal dari bahan-bahan radioktif
yang menyebabkan antara lain penyakit-penyakit sistem darah dan kulit,
sedangkan radiasi non pegion, misalnya, radiasi elektromaknetik yang berasal
dari peralatan yang menggunakan listrik. Radiasi sinar inframerah biasa
mengakibatkan katarak pada lisensa mata, sedangkan sinar ultrafiolet menjadi
sebab conjungctivitis photo-electrica.
d.
Suhu. Suhu yang
terlalu tinggi menyebabkan heat stroke
heat cramps atau hyperpyrexia,
Sedangkan suhu yang rendah antar lain menimbulkan frosbite.
e.
Tekanan. Tekanan yang tinggi dapat menyebabkan caisson
disease.
f.
Penerangan. Penerangan
lampu yang kurang baik, misalnya menyebabkan kelainan pada indra
penglihatan atau kesulitan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.
2. Golongan
Kimiawi
Faktor penyebab
penyakit akibat kerja golongan kimiawi berasal dari bahan baku, bahan tambahan,
hasil antara, hasil samping, sisa produk atau bahan buangan. Bentuknya dapat
berupa zat padat, cair, gas, uap maupun partikel.
a. Debu yang menyebabkan pnemokonosis,
di antaranya sulikosis, bisinosis, asbestosis, dll.
b. Uap yang di
antaranya menyebabkan metal fume faver dermatitis, atau keracunan.
c. Gas,
misalnya keracunan oleh CO, H2S, dll.
d. Larutan yang
dapat menyebabkan dermatitis.
e. Awa atau
kabut, misalnya rambut serangga (insecticides), racun jamur dan lain-lain yang
dapat menyebabkan keracunan.
3. Golongan Biologi (Infeksi)
Faktor penyebab penyakit kerja golongan biologi (infeksi) misalnya adalah
yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit maupun jamur.
4. Golongan Fisiologis/ Ergonomi
Faktor penyebab penyakit kerja yang
termasuk golongan fisiologis yaitu yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan konstruksi mesin,
posisi kerja/ sikap badan pekerja yang kurang baik, salah cara melakukan
pekerjaan yang semuanya itu dapat menimbulkan kelelahan fisik, nyeri otot,
deformitas tulang, bahkan lambat laun mengakibatkan perubahan fisik tubuh pekerja.
5. Golongan Mental Psikologis
Faktor penyebab penyakit kerja yang
termasuk golongan golongan mental psikologis adalah
stres psikologis dan depresi yang diakibatkan karena suasana kerja yang
monoton, tidak nyaman, hubungan kerja kurang baik, upah kerja kurang,
terpencil, tidak sesuai bakat, dll.
B. Suhu
1.
Pengertian
Suhu
adalah suatu ukuran derajat atau relative panas atau dinginnnya tubuh. Dalam
keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia memiliki suhu yang berbeda-beda.
Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal ini dengan
suatu sistem tubuh yang sangat sempurna sehingga dapat menyesuaikan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi diluar tubuhnya. Tetapi kemampuan manusia
untuk menyesuaikan ini memiliki batas, yaitu bahwa tubuh mausia masih dapat
menyesuaikan dirinya dengan suhu luar jika perubahan suhu di luar tubuh tidak
melebihi 20 % untuk kondisi panas, dan 35 % untuk kondisi dingin. Kesemuanya
dari keadaan normal tubuh
Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri
karena kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi, dan penguapan
jika terjadi kekurangan atau lebih panas. Menurut penyelidikan, apabila suhu
udara lebih rendah dari 17 ºC, berarti suhu udara ini ada dibawah kemampuan
tubuh untuk menyesuaikan diri (35% dibawah normal), maka tubuh manusia akan
mengalami kedinginan karena hilangnya panas tubuh yang sebagian besar diakibatkan
oleh konveksi dan radiasi, juga sebagian kecil akibat penguapan
Sebaliknya apabila temperatur udara
terlampau panas dibandingkan temperatur normal tubuh, maka akan menerima panas
akibat konveksi dan radiasi yang jauh lebih besar dari kemampuan tubuh
untuk mendinginkan dirinya melalui sistem penguapan. Ini menyebabkan suhu tubuh
menjadi ikut naik dengan lebih tingginya suhu udara. Sebagaimana kita ketahui
dan rasakan bahwa suhu yang terlampau dingin akan mengakibatkan gairah kerja
yang menurun. Sedangkan suhu udara yang lebih panas, akan mengakibatkan cepat
timbulnya kelelahan tubuh, dan dalam bekerja cenderung membuat kesalahan.
Kemampuan beradaptasi setiap orang
berbeda, tergantung pada daerah tempat orang tersebut biasa hidup. Orang yang
biasa hidup di daerah panas berbeda kemampuan beradaptasinya dengan orang yang
biasa hidup di daerah dingin atau sedang. Tichauer telah menyelidiki pengaruh
suhu terhadap produktivitas pada pekerja penenun kapas, yang menyimpulkan bahwa
tingkat produksi paling tinggi dicapai pada kondisi suhu antara 75 – 80 °F (24
– 27 ºC).
Iklim kerja adalah suatu kondisi kerja
yang merupakan perpaduan antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan
udara dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor tersebut dihubungkan dengan
produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas. Suhu udara diukur dengan
thermometer dan disebut suhu kering. Kelembaban udara diukur dengan
menggunakaan hygrometer. Sedangkan suhu dan kelembaban udara dapat diukur
bersama-sama dengan menggunakan psychrometer. Suhu basah adalah suhu yang
ditunjukkan oleh suatu thermometer yang berbola basah (reservoir dibungkus kain
basah). Kecepatan gerakan udara yang besar dapat diukur dengan suatu
anemometer, sedangkan kecepatan udara yang rendah diukur dengan Kata
Thermometer. Suhu radiasi diukur dengan globe Thermometer.
Suhu nikmat bagi orang-orang Indonesia
adalah sekitar 24 - 26 oC. Suhu dingin mengurangi efisiensi atau
kurangnya koordinasi otot. Suatu percobaan mengikat tali dengan suhu 10 oC,
15 oC menunjukkan perbaikan effisiensi sejalan dangan kurangnya
keluhan kedinginan. Suhu panas terutama berakibat menurunnya prestasi kerja
fikir. Penurunan sangat hebat sesudah 32 oC. Suhu panas mengurangi
kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan,
mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan
motoris, dan memudahkan untuk dirangsang.
Untuk negara dengan empat
musim, rekomendasi untuk comfort zone pada musim dingin adalah suhu ideal
berkisar antara 19-23°C dengan kecepatan udara antara 0,1-0,2 m/det dan pada
musim panas suhu ideal antara 22-24°C dengan kecepatan udara antara 0,15-0,4
m/det serta kelembaban antara 40-60% sepanjang tahun. Sedangkan untuk negara
dengan dua musim seperti Indonesia. rekomendasi tersebut perlu mendapat
koreksi. Sedangkan kaitannya dengan suhu panas lingkungan kerja, Grandjean
(1993) memberikan batas toleransi suhu tinggi sebesar 35-40°C; kecepatan udara
0,2 m/det; kelembaban antara 40-50%; perbedaan suhu permukaan < 4°C.
2.
Cara Menilai Suhu
Di Indonesia, parameter yang digunakan untuk
menilai tingkat iklim kerja adalah Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Hal ini
telah ditentukan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999,
Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, pasal 1 ayat 9
berbunyi : “Indeks suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang
disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang
merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu
bola”.
Sesuai
Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang ditetapkannya persyaratan
keselamatan dan kesehatan kerja, salah satu sumber bahaya yang ditemukan di
tempat kerja adalah bahaya kondisi fisik berupa iklim kerja panas, hal yang
diperjelas dengan keluarnya Kepmenaker No 51 tahun 1999 tentang NAB
faktor fisika di tempat kerja, tertera dalam pasal 1, dimana NAB iklim kerja
bagi pekerja yang bekerja selama 6 jam sehari dan istirahat 2 jam dengan
beban kerja sedang adalah ISBB sebesar 28,00C
Metode terbaik untuk menentukan apakah tekanan panas di
tempat kerja menyebabkan gangguan kesehatan adalah dengan mengukur suhu inti tubuh pekerja yang
bersangkutan. Normal suhu inti tubuh adalah 37° C, mungkin mudah dilampaui
dengan akumulasi panas dan konveksi, konduksi, radiasi dan panas metabolisme.
Apabila rerata suhu inti tubuh pekerja > 38° C, diduga terdapat pemaparan
suhu lingkungan panas yang dapat meningkatkan suhu tubuh tersebut. Selanjutnya
harus dilakukan pengukuran suhu lingkungan kerja. Pengukuran suhu lingkungan
kerja bisa menggunakan termometer ruangan digital. Termometer ruangan ini
mempunyai ketelitian sampai 0.1°C. Menurut penyelidikan untuk berbagai tingkat
temperatur akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda yakni 49 °C. Temperatur yang dapat ditahan sekitar
1 jam, tetapi jauh diatas tingkat kemampuan fisik dan mental. Lebih kurang 300C. Aktivitas mental dan
daya tanggap mulai menurun dan cenderung
untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan.
Timbul kelelahan fisik 30°C, Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun± dan cenderung untuk membuat
kesalahan dalam pekerjaan, timbul
kelelahan fisik. 24 °C: Kondisi optimum± 10 °C, Kelakuan fisik yang
extrem mulai muncul
Harga-harga diatas tidak mutlak berlaku untuk setiap
orang karena sebenarnya kemampuan beradaptasi tiap orang berbedabeda,
tergantung di daerah bagaimana dia biasa hidup. Orang yang biasa hidup di daerah
panas berbeda kemampuan beradaptasinya dibandingkan dengan mereka yang hidup di
daerah dingin atau sedang. Tichauer telah menyelidiki pengaruh terhadap
produktifitas para pekerja penenunan kapas, yang menyimpulkan bahwa tingkat
produksi paling tinggi dicapai pada kondisi temperatur 750F - 800F
(240C - 270C)
Untuk mengetahui iklim kerja di suatu tempat
kerja dilakukan pengukuran besarnya tekanan panas salah satunya dengan mengukur
ISBB atau Indeks Suhu Basah dan Bola (Tim Hiperkes, 2004), alat yang dapat
digunakan adalah heat stress area monitor untuk mengukur suhu basah, temometer
kata untuk mengukur kecepatan udara dan termometer bola untuk mengukur suhu
radiasi. Selain itu pengukuran iklim kerja dapat mengunakan questemt digital.
Pengukuran dilakukan pada tempat tenaga kerja melakukan pekerjaan kira – kira
satu meter dari pekerja.
a. Beban kerja ringan membutuhkan
kalori 100 – 200 kilo kalori/jam.
b. Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200 – 350 kilo kalori/ jam.
c. Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350 – 500 kilo kalori /jam.
Terdapat beberapa cara untuk menetapkan
besarnya tekanan panas, yaitu antara lain :
- Suhu effektif, yaitu indeks
sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seorang tanpa baju dan kerja
enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran
udara.
- Indeks Suhu Basah dan Bola
(ISBB), yaitu dengan rumus :
a. ISBB = 0,7 suhu basah + 0,2 suhu
radiasi + 0,1 suhu kering ( bekerja di luar ruangan
dengan sinar matahari)
b. ISBB = 0,7 suhu basah + 0,3 suhu
radiasi (untuk dalam ruangan pekerjaan tanpa penyinaran matahari)
Nilai Ambang
Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang diperkenankan
berdasarkan Kepmen Nomor : 51 Tahun 1999
Tabel 1. Indeks Suhu Basah dan Bola
(ISBB
ISBB
( 0C)
|
Pengaturan
waktu kerja setiap hari
|
Beban
Kerja
|
Waktu
kerja
|
Waktu
Istirahat
|
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
100 %
75 %
50%
25 %
|
-
25
%
50
%
75
%
|
30.0
30.6
31.4
32.2
|
26.7
28.0
29.1
31.1
|
25.0
25.9
27.9
30.0
|
Catatan :
a. Beban kerja
ringan membutuhkan kalori 100 – 200 kilo kalori/jam
b. Beban kerja
sedang membutuhkan kalori >200 – 250 kilo kalori/jam
c. Beban kerja
berat membutuhkan kalori >350 - 500 kilo kalori/jam
3. Dampak Suhu Tekanan Panas
a. Gangguan
perilaku dan performansi keja
Gangguan perilaku dan performansi keja seperti,
terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian
dan lain-lain. Kelelahan karena panas. Penyebab adalah turunnya volume air
darah karena dehidrasi (terlalu banyak berkeringat dan tidak cukup minum).
Gejala : lemah lesu, lelah, kantuk; berkeringat
dingin dan pucat; banyak berkeringat; pusing; mual; dan pingsan. Cara
mengatasi, jika pekerja sadar, istirahatkan di tempat yang sejuk; beri minum
yang mengandung elektrolit. Jika pekerja pingsan, segera cari bantuan medis.
Jangan diberi minum jika pekerja pingsan.
b. Dehidrasi
Dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan tubuh yang
berlebihan yang disebabkan baik oleh penggantian cairan yang tidak cukup maupun
karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan tubuh <1 span="" style="mso-spacerun: yes;"> 1>gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul
lebih awal dan mulut mulai kering.
c. Kejang Panas (Heat Cramps).
Kejang Panas
(Heat Cramps) dapat terjadi sebagai kelainan sendiri atau bersama-sama
kelelahan panas. Kejang otot timbul secara mendadak, terjadi setempat atau
menyeluruh, terutama pada otot ekstremitas dan abdomen. Penyebab utamanya
adalah defisiensi garam. Kejang otot yang berat dalam udara panas menyebabkan
keringat diproduksi banyak, bersama dengan keluarnya keringat, hilamg sejumlah
air dan garam. Gejalanya adalah gelisah,
kadang-kadang berteriak kesakitan, suhu tubuh dapat normal atau sedikit
meninggi
d. Kelelahan Panas (Heat Exhaustion).
Kelelahan panas
timbul akibat kolaps sirkulasi darah perifer karena dehidrasi dan defisiensi
garam. Dalam usaha menurunkan panas, aliran darah ke perifer bertambah, yang
mengakibatkan pula produksi keringat bertambah. Penimbunan darah perifer
menyebabkan darah yang dipompa dari jantung ke organ-organ lain tidak
cukup sehingga terjadi gangguan. Gejalanya : kulit pucat, dingin, basah dan
berkeringat banyak, merasa lemah, sakit kepala, pusing, vertigo, badan terasa
panas, sesak nafas, palpitasi dan lain-lain.
e.
Sengatan Panas (Heat Stroke, Heat
Pyrexia, Sun Stroke)
Jarang terjadi
di industri, namun bila terjadi sangat hebat, biasanya yang terkena laki-laki
yang pekerjaannya berat dan belum beraklimatisasi. Gejala yang terpenting
adalah suhu badan yang naik sedangkan kulit kering dan panas.
- Heat
Rash.
Keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat,
gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah. Pada kondisi ini pekerja perlu
beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang
keringat.
- Heat
Syncope atau Fainting
Keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke otak tidak
cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer
yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.
- Heat stroke
Adalah
penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa yang terkait dengan pekerjaan pada
kondisi sangat panas dan lembab. Penyakit ini dapat menyebabkan koma dan
kematian. Gejala dari penyakit ini adalah detak jantung cepat, suhu
tubuh tinggi 40oC atau lebih, panas, kulit kering dan tampak
kebiruan atau kemerahan, Tidak ada keringat di tubuh korban, pening,
menggigil, muak, pusing, kebingungan mental dan pingsan. Penyebab
karena tubuh kepanasan sebab pekerja tidak dapat berkeringat. Kondisi ini dapat
mematikan. Gejala kulit kering dengan bercak merah panas atau tampak
kebiru-biruan, kehilangan orientasi (bingung), kejang-kejang, pingsan, suhu
tubuh yang cepat naik. Penanggulangan: cari bantuan medis segera, pindahkan yang bersangkutan ke tempat yang
sejuk, copot alat-alat pelindung yang dipakainya, gunakan handuk basah atau air
dan kipas untuk mendinginkannya sambil menunggu paramedis.
4.
Cara pengendalian
Adapun
cara pengendalian suhu menurut hirarki pengendalian adalah:
1. Eliminasi
Suhu tubuh harus dijaga agar tetap berada pada suhu
normal agar seluruh organ tubuh dapat bekerja dengan normal. Jika terjadi
perubahan temperature tubuh maka beberapa fungsi organ tubuh akan terganggu.
Sistem metabolisme tubuh secara alami dapat bereakasi untuk menjaga kenormalan
suhu tubuh seperti dengan keluarnya keringat, menggigil dan
meningkatkan/mengurangi aliran darah pada tubuh.Untuk pengaturan suhu tubuh
secara eksternal ada 7 faktor yang harus dikontrol yaitu: suhu udara,
kelembapan, kecepatan udara, pakaian, aktivitas fisik, radiasi panas dari
berbagai sumber panas dan lamanya waktu terpaan panas.
Salah satu upaya pengendalian suhu
dengan cara eliminasi adalah dengan minum air putih sehingga dapat mengurangi
rasa panas pada tubuh, disamping itu penyesuain tubuh terhadap panas, proses
ini berarti membiarkan tubuh secara bertahap
menyesuaikan diri dengan panas. Proses ini menyebabkan suhu tubuh yang lebih rendah saat bekerja dan
istirahat, keringat yang lebih banyak, detak jantung yang lebih lambat dan
konsumsi oksigen yang lebih rendah. Karena hasil dari proses ini dapat hilang
dengan cepat, pekerja harus
mengalaminya lagi jika kembali dari libur yang lebih panjang
dari seminggu
2. Subtitusi
Untuk mengendalikan pengaruh pemaparan
tekanan
panas terhadap tenaga kerja perlu dilakukan koreksi tempat
kerja, sumber-sumber panas lingkungan dan aktivitas kerja yang dilakukan.
Secara ringkas teknik pengendalian terhadap
pemaparan tekanan panas di perusahaan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Mengurangi
beban panas radiasi dengan cara: menurunkan
temperatur udara dan proses kerja yang menghasilkan panas.
b. Mengurangi
faktor beban kerja dengan mekanisasi
c. Penyediaan
tempat sejuk yang terpisah dengan proses
kerja untuk pemulihan
3. Rekayasa Tehnik
1) Mengurangi
temperatur dan kelembaban.
Cara ini dapat dilakukan melalui
ventilasi pengenceran
(dilution ventilation) atau pendinginan secara mekanis
(mechanical cooling). Cara ini telah terbukti secara dramatis
dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan.
c. Meningkatkan
pergerakan udara.
Peningkatan pergerakan udara melalui ventilasi
buatan
dimaksudkan untuk memperluas pendinginan evaporasi, tetapi tidak boleh melebihi
0,2 m/det. Sehingga perlu dipertimbangkan bahwa menambah pergerakan udara pada
temperatur yang tinggi (> 40°C) dapat berakibat kepada peningkatan tekanan
panas
4. Isolasi
Relokasi proses kerja yang
menghasilkan panas
5. Tehnik Administrasi
a. Melakukan
shift pekerjaan pada tempat panas pada pagi
dan sore hari.
b. Mengatur
waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan
beban kerja
c. Karena
mekanisme ’haus’ atau keinginan minum tubuh terkadang tidak cukup dirangsang
oleh hilangnya cairan tubuh melalui keringat, penting untuk menjadwalkan minum
sekitar setengah gelas tiap setengah jam.
d. Pendidikan
Pekerja harus diajari bagaimana
mengenali gejala penyakit yang berhubungan dengan panas dan bagaimana
melakukan pertolongan pertama pada kasus tersebut.
Mereka harus tahu mengapa penyakit dapat timbul dan bagaimana mencegahnya.
6. Alat Pelindung Diri
Penggunaan tameng panas dan alat
pelindung yang dapat memantulkan panas
atau pakaian pelindung yakni pakaian
khusus berbahan reflektif atau pakaian pendingin dapat melindungi pekerja dari
panas yang berlebihan, disamping itu menggunakan bedak penghilang keringat juga
penting untuk mencegah biang keringat, kaca mata, sarung tangan dari kulit dan
sepatu kerja.
C. Getaran
1.
Pengertian Getaran
Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri, yang
dimaksud dengan getaran
adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan seimbang terhadap suatu
titik acuan, sedangkan yang dimaksud dengan getaran mekanik adalah getaran yang
ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia. Getaran adalah gerakan
yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak- balik dari kedudukan
keseimbangannya. Nilai ambang batas (NAB) getaran alat kerja yang kontak
langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 meter per
detik kuadrat (m/det2). Getaran yang melampaui NAB, waktu pemajanan ditetapkan
sebagaimana tercantum dalam
Getaran dapat diartikan sebagai
gerakan dari suatu sistem bolak-balik, gerakan tersebut dapat berupa gerakan
yang harmonis sederhana dapat pula sangat kompleks, sifatnya dapat periodik
atau random, stady-state atau intermitent (solid). Sistem/media : dapat
berupa gas (udara), cairan (liquid) dan padat (solid). Apabila media tersebut
adalah udara dan getaran yang terjadi dalam frekuensi 20 - 20.000 Hz akan
menimbulkan suara (bunyi). Gerakan partikel-partikel dari suatu sistem (gas,
cair, padat) mempunyai karakteristik sebagai berikut :
- Mempunyai amplitude
- Mempuyai frekuensi
- Mempunyai kecepatan
- Mempunyai percepatan
(akselerasi)
2. Penilaian
dan Cara mengukur Getaran
Alat untuk
mengukur intensitas getaran adalah vibration meter. Satuan percepatan
getaran adalah m/detik2 satuan kecepatan getaran adalah
m/detik. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
KEP¬49/MENLH/11/1996 baku tingkat getaran adalah batas maksimal tingkat getaran
yang diperbolehkan dari usaha atau kegiatan pada media padat sehingga tidak
menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan serta keutuhan bangunan.
Dan menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, tingkat getaran maksimal
untuk kenyamanan dan kesehatan karyawan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Tabel
2. Frekuensi dan Tingkat Getaran Maksimal
No.
|
Frekuensi
|
Tingkat Getaran Maksimal (dalam mikron = 10-6
m)
|
1.
|
4
|
< 100
|
2.
|
5
|
< 80
|
3.
|
6,3
|
< 70
|
4.
|
8
|
< 50
|
5.
|
10
|
< 37
|
6.
|
12,5
|
< 32
|
7.
|
16
|
< 25
|
8.
|
20
|
< 20
|
9.
|
25
|
< 17
|
10.
|
31,5
|
< 12
|
11.
|
40
|
< 9
|
12.
|
50
|
< 8
|
13.
|
63
|
< 6
|
Pengukuran dilakukan pada
titik-titik yang terdapat kontak atau terdapat aktifitas dari pekerja. Hasil
pengukuran tersebut kemudian dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) yang
berlaku. Apabila hasil pengukuran melebihi NAB maka perlu dilakukan
teknik-teknik pengendalian getaran, untuk mencegah terjadinya efek yang
merugikan bagi kesehatan pekerja di lingkungan kerja tersebut.
Nilai ambang batas adalah alternatif
bahwa walau apapun yang terdapat dalam lingkungan kerjanya, manusia merasa
aman. Dalam perkataan lain, nilai ambang batas juga diidentikkan dengan kadar
maksimum yang diperkenankan. Kedua pengertian ini mempunyai tujuan sama. Untuk
mengetahui pengaruh getaran terhadap kesehatan kerja, maka perlu diketahui
nilai ambang batas dari getaran ini. Cara untuk mengetahui nilai ambang batas
dilakukan dengan mengukur getaran yang ada kemudian dibandingkan dengan NAB
yang diijinkan. Berikut ini NAB getaran berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor : KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di
tempat Kerja, untuk Getaran adalah :
Tabel
3. Nilai Ambang Batas Getaran
Lama
Pemaparan
|
Acceleration
( m/dtk2 )
|
4 - 8 jam
|
4
|
2 - 4 Jam
|
6
|
1 - 2 Jam
|
8
|
3.
Jenis-jenis Getaran
Getaran mekanik mengakibatkan
timbulnya resonansi alat-alat tubuh, sehingga pengaruhnya bersifat mekanik.
Efek mekanik ini menyebabkan sel-sel jaringan dapat rusak atau metabolismenya
terganggu. Getaran mekanis dibedakan menjadi 2, yaitu getaran pada seluruh
tubuh (whole body vibration) dan getaran pada alat-lengan (tool-hand
vibration). Masing-masing mengakibatkan penyakit akibat kerja yang berbeda.
a. Getaran pada Seluruh Tubuh (Whole
Body Vibration)
Penyebabnya dapat berupa alat angkut
berat (truk, trailer, forklift, dll), getaran pada lantai lewat kaki yang
berasal dari tempat duduk atau topangan kaki/pedal. Efek kronik akibat getaran
dengan frekuensi rendah (<100 60="" 90="" antara="" banyak="" beberapa="" belum="" dan="" diketahui.="" gangguan="" getaran="" hz="" impuls="" kemungkinan="" melemahnya="" mengindikasikan="" motilitas="" pada="" prostatitis="" sedangkan="" span="" struktur="" studi="" syaraf.="" terjadi="" tulang="" usus="" visus="">100>
Tubuh manusia tersusun atas kerangka
tulang yang menyangga otot dan alat-alat dalam tubuh yang lain, bersifat
elastis, mengantarkan getaran tetapi sekaligus sebagai peredam getaran. Tiap
organ/jaringan mempunyai frekuensi tersendiri. Jika frekuensi getaran sama
dengan frekuensi jaringan (biasanya antara 4 – 6 Hz), maka terjadi amplifikasi
(resonansi) efek getaran. Jika tidak sama akan terjadi peredaman, tetapi tetap
mempunyai efek. Bagian tubuh perifer umumnya mempunyai frekuensi lebih tinggi,
yang paling rentan terhadap getaran adalah mata, kemudian pembuluh darah dan
persendian.
b. Getaran
pada Alat-Lengan (Tool-Hand Vibration)
Ada
pekerjaan-pekerjaan dalam industri, pertambangan maupun kehutanan, yang
menggunakan alat-alat bergetar secara terus menerus. Misalnya pengeboran di
pertambangan, gerinda pada pabrik, atau gergaji listrik pada pekerjaan di
Kehutanan, dapat menimbulkan gangguan atau kelainan akibat getaran mekanis pada
lengan.
Gangguan-gangguan
tersebut antara lain kelainan dalam peredaran darah dan persarafan, serta
kerusakan pada persendian dan tulang. Gejala
kelainan pada peredaran darah dan persarafan sangat mirip dengan fenomena
Raynaud. Gejala-gejala awal adalah pucat dan kekakuan pada ujung-ujung jari
yang terjadi berulang dapat meluas pada kedua tangan secara asimetris. Serangan
berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam, dengan tingkatan yang
berbeda dalam hal intensitas nyeri, kehilangan daya pegang dan pengendalian
otot. Pada kebanyakan tenaga kerja masih
dapat berkerja dengan alat-alat yang menimbulkan getaran. Namun bila penyakit
semakin memburuk, kapasitas kerja akan terganggu sekali. Serangan akan hilang,
jika peredaran darah kembali normal.
4.
Dampak Getaran terhadap Kesehatan
Dampak
getaran bagi kesehatan adalah
a. Mengganggu kenyamanan kerja
b. Mempercepat timbulnya kelelahan
kerja
a. Gangguan aliran darah
b. Gangguan syaraf pusat menyebabkan
kelemahan degeneratif syaraf
c. Gangguan metabolisme/ pencernaan /
pertukaran oxygen dalam paru-perut kembung, mual, kolik usus
d. Gangguan pada otot atau persendian
Untuk lebih
jelasnya dampak getaran di uraikan sebagai berikut:
1) Pengaruh getaran pada seluruh tubuh
Efek vibrasi
dalam tubuh tergantung dari jaringan. Hal ini didapatkan sebesar-besarnya pada
frekuensi alami yang menyebabkan resonansi. Untuk frekuensi 3-9 Hz berpengaruh
pada dada dan perut. Getaran-getaran kuat menyebabkan perasaan sakit yang luar
biasa. Sistem peredaran darah dipengaruhi hanya oleh getaran-getaran dengan
intensitas tinggi. Tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2 dan
volume berdenyut berubah sedikit pada intensitas 0,6 g tetapi berubah banyak
pada 1,2 g dengan frekuensi 6-10 Hz. Dari semua alat badan mata paling banyak
dipengaruhi oleh getaran mekanis. Mata masih dapat mengikuti getaran antara
getaran dan sasaran sampai dengan 4 Hz, sedangkan unutk frekuensi
selanjutnya mata tidak dapat lagi
mengikutinya. Pengaruh getaran mekanis terhadap saraf dan endokrin kadang-kadang
terlihat pada tenaga kerja di perindustrian.
Efek getaran
pada seluruh tubuh dapat mengganggu saat melakukan pekerjaan yaitu akibat
gangguan menggerakan tangan dan menurunnya ketajaman penglihatan.
Getaran-getaran yang terdiri dari campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan
dan melemaskan tonus otot secara serta merta, kedua efek ini melelahkan maka
diperlukan peredam.
2) Pengaruh getaran pada alat lengan
Ada dua gejala
sehubungan dengan akibat-akibat getaran mekanis pada lengan yaitu:
a) Kelainan-kelainan pada peredaran
darah dan persyarafan.
Gejala
pada kelainan pada peredaran darah dan persyarafan sangat mirip dengan fenomin
raynaud. Gejala-gejalanya adalah pemucatan dan kekakuan ujung-ujung jari yang
terjadi berulang secara tidak teratur yang sering kali berakibat kedinginan.
Mula-mula pada sebelah tangan, tapi meluas kepada kedua tangan. Serangan
berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam dengan tingkat yang berbeda
dalam hal sakit, kehilangan daya pegang dan pengendalian otot. Gejala fenomin
terjadi pada frekuensi sekitar 30-40 Hz. Frekuensi diatas 60 Hz mengakkibatkan
gejala iritasi saraf.
1) Kerusakan-kerusakan pada persendian.
Getaran-getaran mekanis dengan
frekuensi-frekkunsi rendah dan amplitude besar menjadi sebab kerusakan tulang
dan persendian. Sebab utama kerusakan persendian atau tulang adalah kekerasan
kepada tulang rawan oleh getaran. Gejala-gejala subyektif adalah nyeri dan
keterbatasan gerak pada sendi-sendi. Kelainan-kelainan klinis yang mungkin
ditemukan yaitu osteochondrosis dissecans, kerusakan kepala tulang radius dan
persendian karpometakarpal pertama, myositis ossificans pada muka depan humerus
dan osteoartritis pada sendi bahu. Namun sendi bahu lebih jarang terganggu
dibanding dengan sendi-sendi pergelangan tangan dan siku.
5. Pencegahan
Penyakit Akibat Getaran
Ada empat hal utama yang
perlu diperhatikan agar pekerja terhindar dari HAVS ( Hand-Arm Vibration Syndrome) Empat hal tersebut
adalah :
a.
Modifikasi kerja untuk mengurangi paparan getaran
Modifikasi kerja untuk
mengurangi paparan getaran dilakukan dengan mendesain ulang alat-alat yang
bergetar untuk meminimalisasikan pajanan pada tangan dan lengan. Bila
pendesainan ulang tidak memungkinkan, maka perlu dicari cara lain untuk
mengurangi efek getaran tersebut. Demikian juga bila memungkinkan, alat-alat
yang bergetar tinggi perlu diimprovisasi agar efek getaran yang sampai kepada
genggaman tangan lebih kecil.
b.
Evaluasi kesehatan
Adanya waktu istirahat
untuk menghindari waktu yang terus menerus terpapar getaran. Pekerja yang
menggunakan alat bergetar terus menerus perlu mengambil waktu istirahat 10
menit tiap jam selama penggunaan alat bergetar tersebut. Pekerja yang
ditempatkan pada pekerjaan yang berisiko tinggi terkena HAVS perlu dilakukan
pemeriksaan kesehatan pra kerja dan perlu diperiksa oleh dokter yang memahami
diagnosis dan penanganan terhadap HAVS. Pekerja yang memiliki riwayat sirkulasi
darah yang abnormal dan terutama pekerja dengan Raynaud’s Syndrome tidak
boleh bekerja dengan alat-alat tangan yang bergetar. Demikian pula pekerja yang
pernah mendapat gejala HAVS yang sedang ataupun berat sama sekali tidak boleh
bersentuhan dengan apapun alat yang bergetar.
c.
Cara kerja sehari-hari; dan
Pekerja yang bekerja
dengan alat-alat tangan yang bergetar perlu memakai sarung tangan hangat dengan
multi lapisan dan sebaiknya memakai sarung tangan anti getaran bila
memungkinkan. Sebelum bekerja, tangan perlu dihangatkan untuk menjaga aliran
darah tetap lancar. Ini terutama penting bila udara dingin. Idealnya agar tetap
hangat ketika digunakan, maka sarung tangan perlu ditaruh di lemari penghangat
atau dekat radiator. Usahakan untuk tidak menyentuh benda-bendadingin. Pekerja
yang menggunakan alat-alat bergetar sebaiknya tidak boleh membiarkan tangannya
menjadi dingin. Bila tangan pekerja tersebut menjadi basah atau dingin, dia
harus mengeringkannya dan memakai sarung tangan yang kering dan hangat sebelum
terpapar getaran. Pekerja yang terpapar udara dingin perlu memakai baju yang
tetap bisa menghangatkan tubuh karena temperatur tubuh yang rendah dapat
membuat pekerja lebih rentan terhadap HAVS.
d.
Pendidikan bagi pekerja
Pekerja yang akan
menggunakan alat-alat tangan bergetar perlu diberikan pelatihan tentang hazard
getaran dan mereka perlu diajarkan bagaimana meminimalisasikan efek getaran
tersebut. Pekerja perlu diberitahukan gejala-gejala awal HAVS sehingga mereka
dengan segera mencari pengobatan agar terhindar dari gejala yang semakin
parah.Pekerja yang merokok lebih rentan terkena HAVS daripada mereka yang tidak
merokok. Hal ini disebabkan karena tembakau dapat mempengaruhi aliran darah.
Dan pekerja yang terkena HAVS dengan merokok biasanya menderita lebih parah,
itu sebabnya mereka yang bekerja dengan alat-alat bergetar dilarang merokok.
6. Penanggulangan
Penyakit Akibat Getaran
Penatalaksanaan
penderita HAVS perlu dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan berbagai
ahli yang terkait yang meliputi:
a.
Physiobalneotherapy
(terapi olahraga, olahraga di dalam
kolam dan fisioterapi)
b.
Pemberian
obat (vasodilator, stabilisasi otonomik, calcium channel blockers, pentoxyphylline)
untuk memperbaiki fleksibilitas sel darah merah
c.
Terapi
bloking saraf
d.
Terapi
bedah untuk paralisa atau paresis nervus ulnaris
e.
Pendidikan
bagi pasien. Sekalipun telah dilakukan seluruh terapi tersebut di atas, efek
pemulihan membutuhkan waktu yang lama.
7.
Pengendalian Getaran
Cara-cara
pengendalian getaran antara lain adalah sebagai berikut :
a. Eliminasi
Mendesign ulang alat-alat yang bergetar
angan bersentuhan langsung.
b. Subtitusi
Memilih peralatan kerja yang rendah intensitas
getarannya. Peralatan tersebut adalah yang telah dilengkapi dengan damping
didalamnya (internal damping). Misalnya : Bor listrik yang dilengkapi dengan
damping piston.
c. Rekayasa Teknik
Menambah/menyisipkan damping diantara tangan
dan peralatan. misalnya : memasang damping material diantara badan peralatan
dan pegangan peralatan dan membalut pegangan peralatan karet.
d. Isolasi
Memakai remote controle.
e. Administrasi
Mengatur waktu
kerja, sebagai berikut : Rotasi jenis pekerjaan dan pengaturan jam kerja, sehingga
sesuai dengan Threshold Limit Values.
f. Alat Pelindung Diri
Memakai sarung tangan karet busa pada waktu
mengoperasikan peralatan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Suhu adalah suatu ukuran derajat
atau relative panas atau dinginnnya tubuh.
2. Parameter yang digunakan untuk
menilai tingkat iklim kerja adalah Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Alat yang
dapat digunakan adalah heat stress area monitor, termometer bola untuk mengukur
suhu radiasi dan questemt digital..
3. Dampak suhu bagi kesehatan adalah Gangguan
perilaku dan performansi keja, dehidrasi, kejang panas (heat cramp), Kelelahan Panas (Heat Exhaustion),
Sengatan Panas (Heat Stroke, Heat Pyrexia, Sun Stroke), heat rast, Heat
Syncope atau Fainting
4. Pengendalian suhu adalah
a. Eliminasi
Salah satu upaya pengendalian suhu
dengan cara eliminasi adalah dengan minum air putih dan penyesuain tubuh
terhadap panas.
b. Subtitusi
Menurunkan temperatur udara dan proses
kerja yang menghasilkan panas.
d. Mengurangi
faktor beban kerja dengan mekanisasi
e. Penyediaan
tempat sejuk yang terpisah dengan proses
kerja untuk pemulihan
c. Rekayasa Tehnik
1) Mengurangi
temperatur dan kelembaban melalui ventilasi pengenceran (dilution ventilation) atau pendinginan
secara mekanis
(mechanical cooling).
2) Meningkatkan
pergerakan udara melalui ventilasi buatan
dimaksudkan untuk memperluas pendinginan.
d. Isolasi
Relokasi proses kerja yang
menghasilkan panas
e. Tehnik Administrasi
1) Melakukan
shift pekerjaan pada tempat panas pada pagi
dan sore hari.
2) Mengatur
waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan
beban kerja
3) Menjadwalkan
minum sekitar setengah gelas tiap setengah jam.
4) Pendidikan
f. Alat Pelindung Diri
Penggunaan tameng panas dan
alat pelindung yang dapat memantulkan
panas
atau
pakaian pendingin dapat melindungi pekerja dari panas yang berlebihan,
disamping itu menggunakan bedak penghilang keringat juga penting untuk mencegah
biang keringat, kaca mata, sarung tangan dari kulit dan sepatu kerja.
5. Getaran gerakan bolak-balik suatu
massa melalui keadaan seimbang terhadap suatu titik acuan.
6. Cara menilai getaran adalah
menggunakan alat ukur intensitas getaran adalah vibration meter. Satuan
percepatan getaran adalah m/detik2 satuan kecepatan getaran
adalah m/detik.
7. Dampak getaran bagi kesehatan adalah
a. Mengganggu kenyamanan kerja
b. Mempercepat timbulnya kelelahan kerja
c. Gangguan aliran darah
d. Gangguan syaraf pusat menyebabkan
kelemahan degeneratif syaraf
e. Gangguan metabolisme/ pencernaan /
pertukaran oxygen dalam paru-perut kembung, mual, kolik usus
f. Gangguan pada otot atau persendian
8. Cara-cara pengendalian getaran antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Eliminasi
Mendesign ulang alat-alat yang bergetar
angan bersentuhan langsung.
b. Subtitusi
Memilih peralatan kerja yang rendah intensitas
getarannya. Peralatan tersebut adalah yang telah dilengkapi dengan damping
didalamnya (internal damping). Misalnya : Bor listrik yang dilengkapi dengan
damping piston.
c. Rekayasa Teknik
Menambah/menyisipkan damping diantara tangan
dan peralatan. misalnya : memasang damping material diantara badan peralatan dan
pegangan peralatan dan membalut pegangan peralatan karet.
d. Isolasi
Memakai remote controle.
e. Administrasi
Mengatur waktu
kerja, sebagai berikut : Rotasi jenis pekerjaan dan pengaturan jam kerja,
sehingga sesuai dengan Threshold Limit Values.
f. Alat Pelindung Diri
Memakai sarung tangan karet busa pada waktu
mengoperasikan peralatan.
B.
Saran
1. Bagi pekerja, agar
pekerja bisa nyaman dan produktif dalam meminimalkan bahaya fisik di tempat
kerja khususnya dalam mengendalikan suhu dan getaran sehingga tidak menimbulkan
penyakit.
2. Bagi pembaca khususnya
mahasiwa kesehatan masyarakat, agar dapat meningkatkan pemahaman khususnya
tentang bahaya fisik suhu dan getaran dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Anies, 2005. Penyakit Akibat Kerja.Jakarta:
PT.Elex Media Computindo
Departemen Kesehatan. Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor: 405/Menkes/SK/XI/2002. www.depkes.go.id
Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 49 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Getaran
Notoatmodjo.2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat Ilmu
dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta.
Suma’mur.1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Gunung Agung
Suma’mur. 2008. Hyperkes Kesehatan Kerja Dan
Ergonomi. Jakarta: Muara Agung Dharma Bhakti,