BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Riset World Health Organization (WHO) pada tahun 2010
menyebutkan bahwa 42% penyebab kematian balita di dunia adalah penyakit
pneumonia sebanyak 58% terkait dengan malnutrisi, malnutrisi sering kali
terkait dengan kurangnya asupan Air Susu Ibu (ASI) dan pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) secara dini. Hingga akhir Desember 2010, jumlah anak
usia dibawah lima tahun (Balita) yang masih menderita gizi buruk di Indonesia
tercatat 76.178 orang. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah tersebut
turun meskipun angkanya relatif kecil yakni 1,1% dari total penderita gizi
buruk (Damandiri, 2010).
Global
Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO (2008) merekomendasikan empat
hal penting yang harus dilakukan untuk mencapai tumbuh kembang optimal
yaitu, pertama memberikan ASI kepada
bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan
hanya ASI saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai
bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu
(MP-ASI) sejak bayi berusia > 6 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI
sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2011) .
Menurut L. Blum,
derajat kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan,
perilaku, pelayanan medis dan keturunan. Yang sangat besar pengaruhnya adalah
keadaan lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan perilaku
masyarakat yang merugikan kesehatan, baik masyarakat di pedesaan maupun
perkotaan yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat
dibidang kesehatan, ekonomi maupun teknologi.
ASI ekslusif
adalah pemberian ASI saja selama 6 bulan, karena pencernaan bayi sebelum usia 6 bulan belum
sempurna. Bila dipaksa bisa menyebabkan pencernaan sakit karena pemberian
terlalu cepat, lagi pula kekebalan terhadap bakteri masih kecil dan bisa
tercemar melalui alat makan dan cara pengolahan yang kurang higienis. Pemberian
makanan pendamping ASI yang terlalu dini dapat menyebabkan bayi kurang selera untuk
minum ASI. Sebaliknya pemberian makanan pendamping yang terlambat dapat
menyebabkan bayi sulit untuk menerima makanan pendamping (Suwandi, 2006).
Rendahnya pengetahuan ibu
tentang ASI ekslusif,
menyebabkan kesalahan dalam memberikan ASI ekslusif. Akibatnya para ibu cenderung memberikan MP-ASI tanpa
mempertimbangkan usia bayi, disamping itu, jumlah anggota keluarga berpengaruh
pada distribusi makanan dalam suatu keluarga. Semakin banyak jumlah anggota
keluarga yang menjadi tanggungan maka semakin berat pula beban keluarga dalam
memenuhi kebutuhan akan pangan. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi
status gizi anggota keluarga tersebut (Suwandi, 2006)
Salah satu strategi
untuk mencapai peningkatan derajat kesehatan, produktivitas dan taraf hidup
masyarakat ialah melalui salah satu Program pemberian
ASI ekslusif yang menekankan
pada perubahan perilaku masyarakat untuk memberikan ASI ekslusif. Strategi ini pada dasarnya dilaksanakan
dalam rangka memperkuat upaya memberikan ASI ekslusif, mencegah status gizi kurang/gizi buruk, mengimplementasikan komitmen Pemerintah
untuk memberikan ASI
ekslusif
berkesinambungan dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015.
Pada
makalah ini, kegiatan yang akan dibahas adalah menangani masalah Rendahnya Pemberian ASI
ekslusif di Desa Watunggarandu berdasarkan 8 Langkah Strategi Promosi Kesehatan.
B.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui gambaran penerapan 8 langkah/strategi promosi
kesehatan dalam menangani Rendahnya Pemberian
ASI ekslusif di Desa Watunggarandu Kelurahan Lalonggasumeeto.
2.
Tujuan
Khusus
Dalam mengembankan strategi
promosi kesehatan ditempuh melalui 8 langkah pokok, secara khusus bertujuan untuk:
a. Mengetahui
masalah kesehatan dan perilaku di desa
Watunggarandu
b. Mengetahui
sasaran dari promosi kesehatan di desa
Watunggarandu
c. Mengetahui
tujuan dari promosi kesehatan di desa
Watunggarandu
d. Mengetahui
strategi dari promosi kesehatan di
desa Watunggarandu
e. Mengetahui
pesan pokok dari promosi kesehatan di
desa Watunggarandu
f. Mengetahui
metode dan saluran komunikasi dari promosi kesehatan di desa Watunggarandu
g. Mengetahui
kegiatan operasional dari promosi kesehatan di
desa Watunggarandu
h. Mengetahui
pemantauan dan penilaian dari promosi kesehatan di desa Watunggarandu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Tentang Strategi Promosi Kesehatan
1. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan adalah untuk mewujudkan atau mencapai visi dan misi promosi kesehatan secara efektif dan efisien, diperlukan cara dan pendekatan yang strategis. Cara ini sering disebut strategi, yakni cara bagaimana mencapai atau teknik atau mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan tersebut secara berhasil guna dan berdaya guna.Promosi Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui proses pembelajaran dari-oleh-untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi social budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Menolong diri sendiri artinya bahwa masyarakat mampu berperilaku mencegah timbulnya masalah-masalah dan gangguan kesehatan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan serta mampu pula berperilaku mengatasi apabila masalah gangguan kesehatan tersebut terlanjur terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat.Promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya-upaya menfasilitasi perubahan perilaku. Dengan demikian promosi kesehatan adalah program-program kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) baik di dalam masyarakat sendiri maupun dalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, politik dan sebagainya). Atau dengan kata lain promosi kesehatan tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (fisik dan non-fisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.Umumnya ada empat faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat agar merubah perilakunya, yaitu:
a. Fasilitasi, yaitu bila perilaku yang baru membuat
hidup masyarakat yang melakukannya menjadi lebih mudah, misalnya adanya sumber
air bersih yang lebih dekat;
b. Pengertian yaitu bila perilaku yang baru masuk akal
bagi masyarakat dalam konteks pengetahuan lokal;
c. Persetujuan, yaitu bila tokoh panutan (seperti tokoh
agama dan tokoh agama) setempat menyetujui dan mempraktekkan perilaku yang di
anjurkan; dan
d. Kesanggupan untuk mengadakan perubahan secara fisik,
misalnya membangun sarana sanitasi tepat guna sesuai dengan potensi yang di
miliki.
Pendekatan program
promosi menekankan aspek ”bersama masyarakat”, dalam artian:
a. Bersama dengan masyarakat fasilitator mempelajari
aspek-aspek penting dalam kehidupan masyarakat untuk memahami apa yang mereka
kerjakan, perlukan dan inginkan,
b. Bersama dengan masyarakat fasilitator menyediakan
alternatif yang menarik untuk perilaku yang beresiko misalnya jamban keluarga
sehingga buang air besar dapat di lakukan dengan aman dan nyaman, serta
c. Bersama dengan masyarakat petugas merencanakan program
promosi kesehatan dan memantau dampaknya secara terus-menerus,
berkesinambungan.
2.
Langkah/Strategi
Promosi Kesehatan
Strategi promosi kesehatan
yang ditempuh melalui 8 langkah pokok, yaitu :
a. Analisa
masalah kesehatan dan perilaku
1) Analisa
masalah kesehatan yaitu mengenal masalah kesehatan, mengenal penyebab
kesehatan, mengenal sifat masalah (beratnya, luasnya, dan waktu masalah), dan
mengenal epidemiologi masalah.
2) Analisa
perilaku yaitu mengidentifikasi perilaku ideal, mengidentifikasi orang yang
mempraktekan perilaku tersebut maupun tidak, dan memilih target behaviour
(sasaran perilaku).
b. Menetapkan
sasaran:
1) Menetapkan
sasaran primer dan tatanan, serta analisisnya.
Sasaran primer yaitu
individu atau kelompok yang terkena masalah, yang diharapkan akan berperilaku
seperti yang diharapkan, dan yang akan memperoleh manfaat paling besar dari hasil
perubahan perilaku.
2) Menetapkan
sasaran sekunder dan tatanan, serta analisisnya.
Sasaran sekunder adalah
individu atau kelompok individu yang berpengaruh atau disegani oleh sasaran
primer. Sasaran sekunder diharapkan mampu mendukung pesan-pesan yang disampaikan
kepada sasaran primer.
3) Menetapkan
sasaran tertier dan tatanan, serta analisisnya.
Sasaran ini mencakup para
pengambil keputusan, para penyandang dana, dan lain-lain pihak yang berpengaruh
pada tingkatannya (nasional, provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, keluarga,
dsb) maupun bidang pengaruhnya (agam, politik, profesi, dsb).
4) Menetapkan
tujuan
a) Tujuan
umum
Tujuan umum
kegiatan promosi kesehatan ialah terciptanya perilaku hidup sehat dikalangan
masyarakat serta berperan serta dalam pembangunan kesehatan.
b) Tujuan
khusus
Tujuan khusus
memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang hal-hal yang dikemukakan dalam
tujuan umum. Tujuan khusus haruslah dikembangkan untuk kelompok sasaran atau
segmen sasaran tertentu.
5) Menetapkan
strategi
a) Advokasi yaitu pendekatan kepada pimpinan atau pengambil keputusan.
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain tersebut membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para penjabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan dari para pejabat pembuat keputusan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat instruksi dan sebagainya.
b) Dukungan
sosial
Strategi dukungan sosial ini adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan utama kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat, sebagai jembatan antara sektor kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan masyarakat (penerima program) kesehatan. Dengan kegiatan mencari dukungan sosial melalui toma pada dasarnya adalah mensosialisasikan programprogram kesehatan, agar masyarakat mau menerima dan mau berpartisipasi dalam program kesehatan tersebut. Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat dikatakan sebagai upaya bina suasana, atau membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan. Dengan demikian maka sasaran utama dukungan sosial atau bina suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai tingkat (sasaran sekunder).
c) PemberdayaanPemberdayaan terutama dilakukan terhadap sasaran primer dan sekunder, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik langsung kepada individu maupun kepada individu diberbagai tatanan seperti rumah tangga, sekolah, tempat kerja, institusi kesehatan dan sebagainya.d) Menetapkan pesan pokokPesan pokok yang disampaikan harus mengandung unsur-unsur yaitu perilaku yang diharapkan untuk dilakukan oleh sasaran, keuntungannya kalau menerapkan perilaku tersebut, dan alasannya mengapa menguntungkan atau bermanfaat.e) Menetapkan metode dan saluran komunikasiSaluran komunikasi dapat melalui interperrsonal, cetakan dan media dengar pandang, media massa, dan tradisional.f) Menetapkan kegiatan operrasionalSesudah menetapkan langkah-langkah sebelumnya, maka perlu ditetapkan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya.g) Menetapkan pemantauan dan penilaianIndikator yang akan dipantau yaitu kuantitas distribusi/ frekuensi penyiaran, pencapaian kegiatan yang direncanakan, jumlah target sasaran yang bisa mengingat pesan-pesan pokok, jumlah target yang sasaran yang berperilaku sperti yang dianjurkan dalam pesan-pesan penyuluhan, isi pelatihan, cost, dan kualitas hasil.
B.
Tinjauan
Tentang Sanitasi
Saluran
Pembuangan Air Limbah
1.
Sanitasi
Pengertian
sanitasi total adalah kondisi ketika suatu komunitas tidak buang air besar
(bab) sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan
yang aman, mengelola sampah dengan benar, serta mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008
Tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).
Sejarah lahirnya pedoman ini antara lain
didahului dengan adanya kerjasama antara pemerintah dengan Bank Dunia berupa
implementasi proyek Total Sanitation and Sanitation Marketing (TSSM) atau
Sanitasi Total dan pemasaran sanitasi (StoPS). Kemudian pada tahun 2008 lahir
sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) sebagai strategi nasional. Strategi
ini pada dasarnya dilaksanakan dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup
bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan,
meningkatkan kemampuan masyarakat, serta mengimplementasikan komitmen
Pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar yang
berkesinambungan dalam pencapaian Millenium Development
Goals (MDGs) tahun 2015 (Depkes RI, 2008).
2.
Saluran Pembuangan Air Limbah
a)
Pengertian
SPAL adalah saluran yang digunakan untuk membuang
dan mengumpulkan air buangan kamar mandi tempat cuci, dapur (bukan
daripeturasan/jamban) untuk pedesaan, sehingga air limbah tersebut dapat
meresap ke dalam tanah dan tidak menjadi penyebab penyebaran penyakit serta
tidak mengotori lingkungan pemukiman. SPAL adalah: Suatu bangunan yang
digunakan untuk membuang air buangan dari kamar mandi, tempat cuci, dapur dan
lain-lain. Tetapi bukan dari kakus/jamban.
Pembuangan air dari kamar mandi dan tempat
cuci dialirkan ke parit dan usahakan tetap mengalir serta dapt menyerap dalam
tanah. Sampah seharusnya dipilah-pilah mana sampah kering mana sampah basah dan
sebaiknya sampah jangan dibiarkan terbuka selama 24 jam karena akan dihinggapi
lalat dan didatangi tikus (Depkes RI, 2010:4).
Dalam air limbah terdapat bahan kimia yang
sukar untuk dihilangkan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya. Bahan
kimia tersebut dapat memberi kehidupan bagi kuman-kuman penyebab penyakit
disentri tipus, kolera dan penyakitnya. Air limbah tersebut harus diolah dengan
tidak mencemari dan tidak membahayakan kesehatan lingkungan.
Air limbah sangat berbahaya terhadap
kesehatan manusia mengingat bahwa banyak penyakit yang dapat ditularkan melalui
air limbah. Air limbah ini ada yang hanya berfungsi sebagai media pembawa saja
seperti penyakit kolera, radang usus, hepatitis infektiosa, serta
schitosomiasis. Selain sebagai pembawa penyakit di dalam air limbah itu sendiri
banyak terdapat bakteri patogen penyebab penyakit.Selain sebagai pembawa dan
kandungan kuman penyakit air limbah juga dapat mengandung bahan-bahan beracun,
penyebab iritasi, bau dan bahkan suhu yang tinggi serta bahan-bahan lainnya
yang mudah terbakar. Keadaan demikian ini sangat dipengaruhi oleh sumber asal
air limbah.
Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di
dalam air limbah, maka akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut
di dalam air limbah. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan di dalam air
yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dalam hal ini akan mengurangi
perkembangannya. Selain kematian kehidupan di dalam air disebabkan karena
kurangnya oksigen di dalam air dapat juga karena adanya zat beracun yang berada
di dalam air limbah tersebut. Selain matinya ikan dan bakteri-bakteri di dalam
air juga dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman atau tumbuhan air. Sebagai
akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan sendiri yang seharusnya
bisa terjadi pada air limbah menjadi terhambat. Pengaruh air limbah adalah:
1) Menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit terutama:
disentri baciler dan kolera
2)
Menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk atau hidup larva nyamuk
3) Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah dan lingkungan
hidup lainnya.
b)
Macam- Macam SPAL
1)
Limbah rumah tangga dari buangan closet (WC), septic tank WC
adalah suatu cara pembuangan air kotoran manusia agar air kotoran tersebut
tidak mengganggu kesehatan lingkungan. Dibuat bak penampungan kotoran (septic
tank) yang terdiri dari bak pengumpul dan bak peresap serta dihubungkan dengan
saluran pipa ralon.
2)
Air limbah closet (WC) dialirkan melalui pralon ke septi tank
berdinding kedap air.
3)
Limbah rumah tangga dari saluran air
pembuangan (air buangan kamar mandi dan bekas air cucian). Tempat cucian dipasang
tidak jauh dari dapur. Bak cucian dipasang saringan, saluran pralon ke bak
control yang jaraknya maksimum 5 m. Bak ini perlu ditutup dan diberi pegangan
agar memudahkan pengambilan tutup bak agar binatang tidak dapat masuk perlu
dibuat besi penghalang.
c) Manfaat SPAL
1) Air limbah tidak berserakan kemana-mana, sehingga tidak menimbulkan genangan air/becek, pandangan kotor, bau busuk yang dapat mengganggu kesehatan.2) Menghilangkan sarang nyamuk3) Dengan hilangnya comberan, tanah dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti tempat bermain anak-anak dan lain-laind) Syarat minimal SPAL yang memenuhi syarat kesehatan :1) Jarak antara lubang peresapan SPAL terletak tidak kurang dari 10 m dan sumur/pompa tangan, sehingga tidak mencemari sumber air bersih tidak berbau.2) SPAL mudah dikuras atau dibersihkan dan tidak menimbulkan genangan air yang terbuka.
e) Prinsip
pengelolaan limbah
Prinsip pengelolaan limbah adalah sebagai berikut:1) Tidak mencemari sumber air minum yang ada di daerah sekitarnya baik air di permukaan tanah maupun air di bawah permukaan tanah.2) Tidak mengotori permukaan tanah.3) Menghindari tersebarnya cacing tambang pada permukaan tanah.4) Mencegah berkembang biaknya lalat dan serangga lain.5) Tidak menimbulkan bau yang mengganggu.6) Konstruksi agar dibuat secara sederhana dengan bahan yang mudah didapat dan murah.7) Jarak minimal dari sumber air dengan bak resapan 10 meter
f)
Cara pemeliharaan SPAL
1) Periksa apakah terdapat kebocoran-kebocoran pipa. Apabila ada segeralah ditambal agar tidak mencemari lingkungan. Ambilah selalu Lumpur dari lubang peresapan..2) Apabila SPAL tidak dapat meresapkan air lagi, angkatlah material yang ada pada lubang peresapan (batu kali/koral, selongsong bamboo/drum) ganti dengan yang baru.3) Cara membuang kotoran yang tidak sehat dapat menyebabkan penyakit
Kotoran manusia banyak sekali mengandung kuman yang dapat yang dapat menumbulkan berbagai penyakit.
BAB III
PEMBAHASAN
Adapun 8 langkah yang
diterapkan dalam menangani masalah Sanitasi Pembuangan Saluran Pembuangan Air
Limbah di Desa Nitanasa adalah:
1.
Analisis
Masalah Dan Perilaku
Dalam kegiatan PBL III
yang kami lakukan di Desa Nitanasa dimulai dari menganalisis situasi,
mengumpulkan data dan mengidentifikasi masalah kesehatan, menganalisis masalah
dan memprioritaskan masalah, sampai merencanakan program intervensi dan
mengevaluasi program kerja yang dilakukan di Desa Nitanasa. Dalam kegiatan tersebut, ditemukan bahwa yang
menjadi prioritas utama masalah di Desa Nitanasa Kecamatan Laalonggasumeeto
yaitu masih terdapat masyarakat yang membuang limbah khususnya Limbah Rumah
Tangga dan hanya dengan tergenang dii sembarang tempat. Ini dikarenakan
rendahnya cakupan kepemilikan dan pemanfaatan tempat saluran pembuangan air
limbah di setiap rumah masyarakat Desa Nitanasa. Kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tingkat
pendidikan dan kurangnya pengetahuan, status ekonomi, dan tidak adanya partisapasi
masyarakat untuk membuat Saluran Pmbuangan Air Limbah.
Rendahnya kepemilikan SPAL
dipengaruhi oleh status ekonomi, dimana kemampuan ekonomi masyarakat terutama
masyarakat miskin sangat rendah, sehingga masyarakat lebih merasa praktis dan
murah dengan cara membuang limbah di lahan yang kosong atau belakang rumah,
karena biayanya lebih diprioritaskan untuk kebutuhan yang lebih utama. Hal inilah
yang menyebabkan jumlah penduduk dengan cakupan kepemilikan dan pemanfaatan SPAL
yang rendah.
Dari aspek
pengetahuan, masih banyak masyarakat yang belum mengerti betapa berbahayanya
jika membuang Limbah disembarang tempat. Rendahnya pengetahuan masyarakat akan
penyakit – penyakit yang berbasis lingkungan sangat berpengaruh terhadap
kebiasaan membuang limbah rumah tangga sembarangan. Kurangnya informasi tentang
penggunaan SPAL di masyarakat membuat kebiasaan tersebut sulit dirubah. Hal ini
sejalan juga dengan tingkat penididikan yang rendah. Semakin rendah tingkat
pendidikan masyarakat akan semakin susah merubah kebiasaan mereka atau
perilakunya.
Tantangan lain dalam menghadapi masalah sanitasi adalah perilaku
masyarakat yang masih terbiasa limbah di belakang rumah atau dilahan kosong.
Hal ini dipengaruhi oleh tidak adanya mobil pengangkut sampah yang masuk ke
Desa Nitanasa karena jarak tempuhnya yang cukup jauh dan kondisi perjalanan.
Namun, kebiasaan ini akan menjadi sumber penyakit – penyakit berbasis lingkungan.
2.
Penetapan Sasaran
Sasaran utama atau
primer dari kegiatan ini adalah seluruh masyarakat Desa Nitanasa baik usia
dewasa (orang tua) maupun siswa sekolah, sehingga kegiatan ini dapat diketahui
sejak usia dini dan tetap dilaksanakan sampai dewasa. Siswa sekolah merupakan
komunitas besar dalam masyarakat, dalam wadah organisasi sekolah yang telah
mapan, tersebar luas di pedesaan maupun perkotaan, serta telah ada program
usaha kesehatan sekolah. Diharapkan setelah siswa sekolah mendapat pembelajaran
perubahan perilaku di sekolah secara partisipatif, dapat mempengaruhi orang
tua, keluarga lain serta tetangga dari siswa sekolah tersebut. Siswa sekolah
dasar terutama kelas 3, 4 dan 5 Sekolah Dasar merupakan kelompok umur yang
mudah menerima inovasi baru dan mempunyai keinginan kuat untuk menyampaikan
pengetahuan dan informasi yang mereka terima kepada orang lain.
Sedangkan, sasaran
selanjutnya atau sekunder yang dapat mendukung kegiatan ini agar masyarakat
dapat menerima dan mau melaksanakannya adalah tokoh-tokoh masyarakat
berpengaruh dalam masyarakat. Selain itu, dukungan kepala desa dan
kepala-kepala dusun memiliki peranan pula dalam pelaksanaan kegiatan yang harus
dilaksanakan (keputusan, financial, dan bantuan) yang merupakan sasaran tertier
dari kegiatan ini.
3.
Penetapan Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk
meningkatkan jumlah masyarakat yang dapat
mengakses perbaikan pelayanan dan fasilitas sanitasi melalui kegiatan pembangunan SPAL, serta meningkatkan nilai dan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam rangka usaha pencapaian target
MDGs di sektor sanitasi melalui
kegiatan penyuluhan (non-fisik) yakni
penyuluhan tentang PHBS
2. Tujuan khusus
a. Meningkatkan
komunikasi atau interaksi antara individu dan kelompok dalam masyarakat secara
partisipatif, yang di kelola oleh masyarakat untuk mengubah perilaku buruk yang
berkaitan dengan perilaku kunci PHBS sehingga
dapat mencegahan penyakit yang berbasis lingkungan melalui kegiatan
penyuluhan.
b. Menurunkan
angka penyakit berbasis lingkungan melalui peningkatan kapasitas dan kemampuan
masyarakat untuk merencanakan dan melaksanakan program pengembangan cakupan
sanitasi melalui pembangunan sarana sanitasi seperti SPAL di masyarakat.
4.
Strategi Promosi
Kesehatan
1. AdvokasiPendekatan dilakukan pada kepala desa, serta kepala dusun Desa Nitanasa dengan melakukan pertemuan baik resmi maupun tidak resmi. Pendekatan ini dilakukan agar para pengambil kebijakan mengetahui tentang masalah yang ada di desa mereka dan kegiatan apa yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, dengan harapan mereka mau untuk melakukan hal-hal berikut :
a) Mendukung rencana kegiatan promosi kesehatan. Dukungan
yang dimaksud bisa berupa dana, kebijakan politis, maupun dukungan kemitraan
dalam rangka pelaksanaan pembentukan SPAL ataupun penyuluhan kepada masyarakat.
b) Sepakat untuk bersama-sama melaksanakan program promosii
kesehatan khususnya tentang PHBS.
2. Dukungan sosial / kemitraan
Pendekatan ini dengan mencari dukungan sosial atau melakukan kemitraan pada tokoh-tokoh masyarakat seperti kepala tarang taruna, ustad, dan tokoh-tokoh lain yang berpengaruh dalam masyarakat sehingga dapat :
a) Mendukung program kesehatan,
b) Membantu meyakinkan masyarakat terhadap kegiatan yang
akan dilaksanakan, dan
c) Membantu pelaksanaan kegiatan ini sampai selesai.
3. Pemberdayaan masyarakat
Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat mengelola program promosi kesehatan, mulai dari perencanaan, implementasi kegiatan, monitoring dan evaluasi maka harus dilaksanakan sendiri oleh masyarakat. Untuk itu, harus dilaksanakan pemberdayaan masyarakat sehingga dapat meningkatkan keterpaduan dan kesinambungan program promosi kesehatan dengan pembangunan sarana Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL).Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan cara bekerja sama dengan masyarakat dalam pembuatan SPAL sehingga terjalin komunikasi yang baik dan tujuan dari program yang telah ditetapkan dapat tercapai.
5.
Pesan
Pokok
Pesan perubahan perilaku yang terlalu banyak
sering membuat bingung masyarakat, oleh karena itu perlu masyarakat memilih dua
atau tiga perubahan perilaku terlebih dahulu. Perubahan perilaku beresiko
diprioritaskan dalam program higiene sanitasi di sekolah dan di masyarakat Desa
Nitanasa yaitu berkaitan kesehatan lingkungan dan PHBS.
1. Kesehatan lingkunganKesehatan lingkungan adalah saluran suatu lingkungan rumah yang dapat menunjang kesehatan baik fisik, rohani maupun sosial.
a)
Pengelolaan SPAL yang memenuhi
syarat
SPAL merupakan merupakan produk Rumah
Tangga. Kebanyakan masyarakat beranggapan bahwa sampah merupakan cairan yang
tidak berguna dan harus dibuang. Dengan banyaknya air yang tersedia di
masyarakat, akibat suksesnya program penyediaan air bersih dan air minum bagi
masyarakat akan menyebabkan jumlah limbah cair yang harus dibuang juga
meningkat. Limbah cair yang dibuang tidak dengan benar akan menyebabkan rendahnya
kebersihan lingkungan, dan juga sebagai tempat perindukan vektor penyakit
menular. Kebiasaan buang air besar di tempat terbuka, harus dirubah menjadi
kebiasaan buang kotoran di tempat yang benar dan aman sesuai dengan kaidah
kesehatan lingkungan. Seandainya belum mempunyai jamban, dengan buang kotoran
di tempat jauh dari sumber air, dan ditutup dengan tanah sudah dapat mencegah
terjadinya penularan penyakit.
b)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
1)
Cuci tangan dengan sabun
Tangan
dapat terkontaminasi dengan tinja sewaktu cebok atau pada waktu membersihkan
anak setelah buang air besar. Tangan harus dicuci dengan sabun setelah kontak
dengan tinja (setelah buang air besar/setelah membersihkan kotoran bayi atau
balita), yaitu dengan menggunakan sabun, karena untuk melarutkan partikel lemak
yang mengandung kuman penyakit. Mencuci tangan sebelum makan, sebelum menyuapi
anak, sebelum menyiapkan makanan juga dapat mencegah penularan penyakit. Tetapi
harus diingat pesan terlalu banyak tidak praktis. Yang perlu diingat dan perlu
dilakukan sehingga menjadi kebiasaan ialah “Mencuci tangan dengan sabun setelah
terjadi kontak dengan tinja”.
2)
Kesehatan Gigi
Sedini mungkin anak-anak harus diajarkan
tentang kesehatan gigi karena perilaku yang kurang merawat gigi dapat
menimbulkan banyak penyakit gigi (gigi berlubang/ caries). Anak-anak harus
diajarkan cara menggosok gigi (setelah makan dan sebelum tidur), jangan sering
mengkonsumsi makan-makanan manis, dan bila ada gigi yang sakit segera periksa
ke dokter agar mendapatkan perawatan.
6.
Metode
dan Saluran Komunikasi
Dalam
kegiatan penyampaian pesan pokok pada sasaran program digunakan alternatif
saluran komunikasi yakni:
a. Komunikasi interpersonalKomunikasi intensif melalui momentum tatap muka langsung dengan kepala desa, kepala dusun, tokoh-tokoh masyarakat, maupun masyarakat Desa Nitanasa.b. Komunikasi melalui penyuluhan
Penyuluhan dilakukan baik pada kelompok anak sekolah
maupun pada kelompok masyarakat.
c. Komunikasi
melalui media cetak ( penyebaran leaflet )
Ini dilakukan terutama ditujukan
kepada khalayak ramai termasuk anak sekolah.
7.
Kegiatan
Operasional
a. Kegiatan non-fisik yaitu penyuluhan
1) Kegiatan
promosi kesehatan di masyarakat yaitu penyuluhan kepada seluruh warga dan
pembagian leaflet
2) Kegiatan
promosi kesehatan di sekolah yaitu penyuluhan PHBS
b. Kegiatan non-fisik yaitu pembangunan sarana sanitasi TPS percontohan.
8.
Pemantauan
dan Penilaian
Monitoring
dan evaluasi dilaksanakan secara terus menerus dan kontinyu untuk mengetahui
kemajuan pelaksanaan (target) program promosii
kesehatan yakni melalui
a. Penyuluhan.Indikator monitoring dan evaluasinya melalui pembagian kusioner pre dan post test untuk membandingkan pengetahuan masyarakat yang didapatkan sebelum dan sesudah penyuluhan.c. Sarana sanitasi SPAL percontohanIndikator monitoring dan evaluasinya melalui pengamatan secara langsung pada tempat-tempat pembangunan SPAL (apakah digunakan atau tidak), serta pengamatan pada SPAL yang digunakan masyarakat (apakah masih membuang SPAL ditempat sembarang seperti belakang rumah maupun lahan kosong).
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis, ditemukan bahwa yang
menjadi prioritas utama masalah di Desa Nitanasa Kecamatan Laalonggasumeeto
yaitu masih terdapat masyarakat yang membuang limbah rumah tangga hanya dengan
menumpuk dibelakang rumah atau di lahan kosong. Ini dikarenakan rendahnya
cakupan kepemilikan dan pemanfaatan SPAL di setiap rumah masyarakat Desa Nitanasa.
Kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti tingkat pendidikan dan kurangnya pengetahuan, status ekonomi.
Setelah
melakukan strategi promosi kesehatan (advokasi, dukungan sosial, pemberdayaan)
diperoleh kesepakatan untuk melakukan kegiatan penyuluhan (kesehatan lingkungan
dan PHBS), serta pembangunan sarana sanitasi SPAL percontohan. Untuk mengetahui
keberhasilan kedua kegiatan tersebut pada masyarakat, dilakukan test pada
penyuluhan dengan kusioner pre dan post test, serta pengamatan langsung
terhadap kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan dan
menggunakan SPAL yang telah dibuat.
Setelah
masyarakat timbul kesadaran, kemauan/ minat untuk merubah perilaku membuang
sampah di belakang rumah atau lahan kosong, masyarakat dapat mulai membangun
sarana sanitasi (SPAL) yang harus dibangun oleh masing-masing anggota rumah
tangga. Masyarakat harus menentukan kapan dapat mencapai agar semua rumah
tangga mempunyai SPAL. Fasilitator harus mampu memberikan informasi pilihan
agar masyarakat dapat memilih jenis sarana sanitasi sesuai dengan kemampuan dan
kondisi lingkungannya (melalui pendekatan partisipatori).
B.
Saran
Hendaknya masyarakat menyadari akan
pentingnya kesehatan lingkungan (Jamban,
TPS, dan SPAL) yang memenuhi syarat
kesehatan. Hall itu dapat dilakukan melalui upaya meningkatkan pemahaman
masyarakat akan pentingnya kesehatan lingkungan. Di samping itu, dengan
dilakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya PHBS dan kesehatan lingkungan karena kedua penyuluhan tersebut erat
kaitannya dengan kejadian penyakit. Dengan demikian, masyarakat akan memiliki kesadaran
tentang masalah sanitasi yang ada di desa mereka sehingga perilaku yang buruk mengalami perubahan. Selain itu, pembangunan sarana
sanitasi SPAL percontohan diharapkan masyarakat dapat menggunakannya dan
mengaplikasikan hal tersebut di setiap rumah masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar. 2009.
Kualitas Pelayanan Kesehatan. Nuha
Medika. Yogyakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman
Pengelolaan Promosi Kesehatan Dalam Pencapaian PHBS. Pusat promosi
Kesehatan, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman
Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah. Pusat Promosi Kesehatan, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2010. Pedoman
Kemitraan Promosi Kesehatan Dengan Lembaga Swadaya Masyarakat. Pusat
Promosi Kesehatan, Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu
Perilaku. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Wawan. 2010.
Perilaku dalam Pencegahan Penyakit Berbasis
Lingkungan. Bandung,
Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar