Translate

Rabu, 15 Oktober 2014

Jurnal : Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Remaa SMP Negeri 1 WangI-Wangi Kabupaten Wakatobi Tahun 2010



HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI  REMAJA SMP NEGERI 1                      WANGI-WANGI KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2010

Ellyani Abadi

RINGKASAN

  
Hubungan antara Pola Makan dengan Status Gizi Remaja SMPN 1 Wangi-Wangi kabupaten Wakatobi tahun 2010.
   Pola makan sangat mempengaruhi keadaan gizi seseorang, pola makan yang baik dapat meningkatkan status gizi. Keadaan gizi kurang terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi yang dibutuhkan seperti jumlah zat gizi yang dikonsumsi kurang, mutunya rendah, dan frekuensi makan kurang. Gangguan gizi terjadi baik pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih (Almatsier, 2004). Berdasarkan hasil penelusuran tentang status gizi remaja di Kabupaten Wakatobi ditemukan bahwa belum pernah dilakukan penelitian status gizi remaja khususnya  remaja usia sekolah menengah pertama (SMP). Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 (SMPN 1) Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi merupakan Sekolah Menengah Pertama  di Kabupaten Wakatobi dengan jumlah siswa terbanyak yaitu laki-laki 462 orang, perempuan 526 orang,  dengan klasifikasi jumlah siswa kelas VII sebanyak 272 orang, kelas VIII  310 orang dan kelas IX sebanyak 409 orang (SMPN 1 Wangi-Wangi, 2010).
     Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola makan dengan status gizi remaja SMPN 1 Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi tahun 2010. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 1 Wangi-Wangi yaitu sebanyak 310 orang siswa dan sampel berjumlah 76 orang. Data pola makan diperoleh menggunakan kuesioner Food Frekuensi dan status gizi dai pengukuran antropometri, kemudian di uji menggunakan uji Chi_Square.
     Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 76 siswa, sebagian besar sampel memiliki pola makan kurang sebesar 69,7 % (n = 53), selebihnya memiliki pola makan cukup sebesar 30,3 % (n = 23), sebagian besar sampel yaitu 53,9% (n=41) memiliki status gizi normal, selebihnya memiliki status gizi kurus sebesar 46,1 % (n =35).Kemudian dari 35 siswa yang memiliki status gizi kurus, sebagian besar atau sekitar 74,3% (n=26) memiliki pola makan yang masuk dalam kategori kurang. Dan dari 41 siswa yang berstatus gizi normal, sebagian besar atau sekitar 65,9% (n=27) memiliki pola makan yang masuk dalam kategori kurang.   
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pola makan dengan status gizi siswa SMP Negeri 1 Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi Tahun 2010 dan saran bagi institusi kesehatan, perlu adanya upaya peningkatan kerja sama dengan pihak sekolah dalam usaha penanggulangan gizi kurang bagi remaja, perlu adanya perbaikan dalam konsumsi makan baik kualitas maupun kuantitas serta aneka ragam makanan Dan bagi peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian lebih lanjut yang mengkaji tentang faktor-faktor langsung seperti asupan makanan dan penyakit infeksi yang mempengaruhi status gizi siswa SMP Negeri 1 Wangi-Wangi.
Daftar Pustaka 26 (1989 – 2009)
Kata Kunci : Status Gizi, Pola Makan, dan Remaja


PENDAHULUAN

Pembangunan di bidang kesehatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan kesejahteraan bangsa secara berkesinambungan, terus menerus dilakukan bangsa Indonesia untuk menggapai cita-cita luhur, yakni terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, baik spiritual maupun material. GBHN 1999 mengamanatkan perlunya meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung melalui pendekatan paradigma sehat, dengan memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan rehabilitasi (Suhardjo, 2002). 
Bukti empiris pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh status gizi yang baik. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dibedakan atas status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2004).
Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Banyak perubahan yang terjadi dengan bertambahnya masa otot dan jaringan lemak dalam tubuh. Selain itu juga terjadi perubahan hormonal, perubahan dari aspek sosiologis maupun psikologisnya. Perubahan ini berpengaruh terhadap kebutuhan gizinya. Kondisi hormonal pada usia remaja menyebabkan aktifitas fisiknya makin meningkat sehingga kebutuhan energi juga meningkat. Banyak permasalahan yang berdampak negatif terhadap kesehatan dan gizi remaja terutama mengenai pola makan mereka yang biasanya dalam memilih makanan tidak berdasarkan kandungan gizinya tetapi sekedar untuk bersosialisasi/kesenangan (Hudha, 2006).
Pola makan merupakan susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola makan remaja perlu penanganan yang serius karena mempengaruhi  kecerdasan otak dan tingkat kesehatan yang optimal. Pemberian makanan perlu diatur sesuai dengan kecukupan gizi yang dianjurkan (Baliwati. dkk, 2004).
Diketahui bahwa pola makan sangat mempengaruhi keadaan gizi seseorang, pola makan yang baik dapat meningkatkan status gizi. Keadaan gizi kurang terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi yang dibutuhkan seperti Jumlah zat gizi yang dikonsumsi kurang, mutunya rendah, dan frekuensi makan kurang. Sedangkan keadaan gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan. Gangguan gizi terjadi baik pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih (Almatsier, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Permaesih (2003), tentang status gizi remaja yang tinggal di Pondok Pesantren di Kabupaten Bogor, menyatakan bahwa sebanyak 58% santri Pondok Pesantren status gizi baik, 2% dengan status gizi lebih dan 40% status gizi kurang dan kurus. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Hudha (2006) menunjukkan bahwa pola makan remaja termasuk kategori baik sebesar 71.44%, aktivitas fisik termasuk jenis aktivitas ringan sebesar 77.28% dan obesitas remaja sebesar 56.66%. Hasil analisis data  menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola makan dan aktifitas fisik dengan status gizi remaja.
Berdasarkan hasil penelusuran tentang status gizi remaja di Kabupaten Wakatobi ditemukan bahwa belum pernah dilakukan penelitian status gizi remaja khususnya  remaja usia sekolah menengah pertama (SMP). Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 (SMPN 1) Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi merupakan Sekolah Menengah Pertama  di Kabupaten Wakatobi dengan jumlah siswa terbanyak yaitu laki-laki 462 orang, perempuan 526 orang,  dengan klasifikasi jumlah siswa kelas VII sebanyak 272 orang, kelas VIII  310 orang dan kelas IX sebanyak 409 orang (SMPN 1 Wangi-Wangi, 2010).
Oleh karena itu maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut dengan asumsi bahwa banyaknya siswa dapat mewakili populasi remaja SMP di Kabupaten Wakatobi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian termasuk jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study.
Penelitian ini telah dilaksanakan tanggal 5-9 Agustus 2010 di SMP Negeri 1 Wangi - Wangi kabupaten Wakatobi tahun 2010.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 1 Wangi-Wangi yaitu sebanyak 310 orang siswa.
Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa SMP Negeri 1 Wangi-Wangi sebanyak 76 sampel. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan  Purporsive Sampling dengan kriteria sampel sebagai berikut :
1.      Laki-laki maupun perempuan
2.      Berusia 13-14 tahun
3.      Siswa kelas VIII SMPN 1 Wangi-Wangi
4.      Bersedia menjadi responden.
Untuk menghitung besarnya sampel yang populasinya lebih kecil dari 10000 mengunakan rumus:

     N
n   = 
N.d²+1
 
n =            310
         310.(0,10)² + 1
n =            310
          310 (0,01) + 1

n =        310
             4,1

n  =  76 sampel

Keterangan
N  =  Jumlah populasi
n   =  Besar sampel
d = Besar presisi 10% atau 0,10 (Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan)
(Notoatmodjo, 2004)
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
a.         Identitas sampel meliputi umur, jenis kelamin, sosial ekonomi dikumpulkan melalui hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner
b.        Data pola makan dikumpulkan menggunakan Food Frequensi makanan/
c.         Data status gizi remaja diperoleh melalui pengukuran berat badan menggunakan timbangan injak dan tinggi badan  menggunakan mikrotoice berdasarkan IMT.

      2.   Data Sekunder
          Data sekunder yaitu data demografi/profil SMPN 1 Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi yang diperoleh  menggunakan metode dokumentasi.
1.    Pengolahan Data
a)    Data pola makan diolah secara manual berdasarkan hasil wawancara menggunakan Quisioner Food Frequensi mengenai pola makan remaja dan di tentukan dengan mencatat setiap jawaban responden, kemudian menjumlahkan skor dari tiap item, selanjutnya dibandingkan dengan skor pola makan, dengan kriteria:
Cara memperoleh kriteria pola makan tersebut diatas yaitu:
Misalnya
Xn = 157
Xm = 383
Kelas = 2 yaitu cukup dan kurang
I =   R
        K

I = 383 – 157
            2
I = 113
Hasil bagi + nilai skor terendah
= 113 + 157   = 270

Pola makan cukup apabila skor jawaban > 270
Pola makan kurang apabila skor jawaban < 270
Keterangan :
Xn = Nilai skor terendah
Xm = Nilai skor tertinggi
I    =  Hasil bagi antara nilai R dan kelas
K  =  Kelas
R  = Hasil pengukuran antara nilai skor tertinggi dan nilai skor terendah
(Toruntju, 1996 dalam kamisah, 2009)
b)   Data status gizi, diolah menggunakan IMT (Indeks Masa Tubuh) berdasarkan hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan kemudian dibandingkan dengan kriteria objektif. Adapun rumus IMT adalah :
      IMT = BB/(TB)2  
Keterangan :   IMT  =  Indeks Masa Tubuh, 
    BB    =  Berat Badan
                     TB     =  Tinggi badan.
Untuk menganalisa IMT, makan kategori menjadi :
Kurus  apabila IMT <  18,5
Normal apabila IMT ≥ 18,5 - 24,9

Analisis Data
Analisis data berupa analisa deskriptif dan inferensial. Dalam analisis hubungan pola makan dengan status gizi digunakan  “ Uji Chi-Square” dengan rumus:
Keterangan :
 = Chi-square
abcd = Frekuensi pada sel
  = Faktor koreksi yates (Kontiyuitas)
N   = Jumlah sampel
Interprestasi hasil uji dikatakan bermakna dengan kriteria :
x2 hitung > x2 tabel = ada hubungan yang bermakna
x2 hitung < x2 tabel = tidak ada hubungan  yang bermakna
Penyajian data dilakukan secara deskriptif dalam bentuk narasi dan tabulasi                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                
Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif.
1.    Pola makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih bahan makanan dan mengkonsumsinya sebagai tanggapan dari pengaruh fisiologi, sosial dan budaya di ukur dengan frekuensi, jenis dan jumlah bahan makanan yang di konsumsi setiap hari (Suhardjo, 2003).
Pengkategorian nilai skor dikemukakan oleh De Wijn (1978) dalam Toruntju (1996) dalam Kamisah yaitu:
-          Tidak pernah               = 0
-          Jarang                          = 1
-          < 3x seminggu = 5
-          3 – 4x seminggu          = 10
-          1x sehari                    = 25
-          Setiap kali makan        = 50
Adapun kriteria objektif pola makan adalah :
Pola makan cukup apabila skor jawaban > 270
Pola makan kurang apabila skor jawaban < 270
2.    Status Gizi adalah keadaan kesehatan sebagai refleksi dari konsumsi zat gizi dan penggunaanya oleh tubuh yang dihitung menggunakan indeks BB/TB. Dengan kriteria objektif  :
Kurus  apabila IMT <  18,5
Normal apabila IMT ≥ 18,5 - 24,9
(Supariasa, dkk, 2001)
3.    Remaja adalah periode masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial. WHO mendefinisikan seorang anak dapat dikatakan remaja, bila telah mencapai umur 10-19 tahun  (Narendra, 2002).
 
HASIL DAN BAHASAN

Karakteristik
Jumlah
n
%
Jenis Kelamin


Laki-Laki
26
34,2
Perempuan
50
65,8
Umur


13 Tahun
52
68,4
14 Tahun
24
31,6
Pola Makan


Cukup
23
30,3
Kurang
53
69,7
Frekuensi Makan


≥ 3 x sehari
76
100
Pola Hidangan


Makanan pokok +Lauk-pauk+
5
6,6
Sayuran+Buah+Susu


Makanan pokok + Lauk-pauk+
51
67,1
Sayuran+Buah


Makanan pokok + Lauk pauk +
20
26,3
 Sayuran


Konsumsi Makanan Jajanan


Ya
67
88,2
Tidak
9
11,8
Kebiasaan Sarapan Pagi


Ya
57
75
Tidak
19
25
Alergi Makanan


Ya
58
76,3
Tidak
18
23,7
Status Gizi


Normal
41
53,9
Kurus
25
46,1
 
Tabel 1 menunjukan bahwa sebagian besar sampel yaitu 65,8% (n=50) memiliki jenis kelamin perempuan, selebihnya adalah laki-laki sebesar  34,2 % (n=26).
Sebagian besar sampel yaitu 68,4 % (n=52) berumur 13 tahun, selebihnya pada kategori umur 14 tahun sebesar 31,6% (n=24).
Sampel memiliki pola makan kurang sebesar 69,7 % (n = 53), selebihnya memiliki pola makan cukup sebesar 30,3 % (n = 23).
67,1% (n=51) pola hidangan sehari-hari remaja terdiri dari makanan pokok + lauk pauk + sayuran+Buah, sebagian kecil  6,6% (n=5) terdiri dari makanan pokok +Lauk-pauk+ Sayuran+Buah+Susu.                                                        
88,2% (n=67) mengkonsumsi makanan jajan, selebihnya tidak mengkonsumsi makanan jajanan sebesar 11,8% (n=9).
75 % (n=57) melakukan sarapan pagi, selebihnya tidak sarapan pagi sebesar 25% (n=19). Penyebab tidak dilakukannya sarapan pagi karena tidak terbiasa sarapan yakni sebanyak 13% (n=10) dan tidak sempat sarapan pagi sebesar 12% (n=9).                                                   
76,3 % (n=58) mengalami alergi jika mengkonsumsi makanan tertentu, selebihnya tidak alergi sebesar 26,75% (n=18). Jenis-jenis makanan yang menyebabkan alergi yaitu telur, cumi, ikan, makanan berbumbu  dan mie.
53,9% (n=41) memiliki status gizi normal, selebihnya memiliki status gizi kurus sebesar 46,1 % (n =35).
Hubungan Pola Makan dan Status Gizi
Pada penelitian ini diperoleh hubungan pola makan dengan status gizi, dimana lebih banyak sampel yang memiliki  status gizi dalam kategori normal dengan pola makan kurang.

Pola Makan
Status Gizi
Hasil Uji
Normal
Kurus
n
%
N
%
Cukup
14
34,1
9
25,7
P = 0,245
Kurang
27
65,9
26
74,3
(0,05)
Total
41
100
35
100

Tabel di atas menunjukan bahwa dari 35 siswa yang memiliki status gizi kurus, sebagian besar atau sekitar 74,3% (n=26) memiliki pola makan yang masuk dalam kategori kurang. Dan dari 41 siswa yang berstatus gizi normal, sebagian besar atau sekitar 65,9% (n=27) memiliki pola makan yang masuk dalam kategori kurang.   
Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square, diperoleh nilai p = 0,425 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pola makan dengan status gizi siswa SMP Negeri 1 Wangi-Wangi.
Tidak adanya hubungan antara pola makan dan status gizi disebabkan karena status gizi bersifat multifktorial, pola makan hanya merupakan salah satu faktor dari sekian banyak faktor, status gizi seseorang bukan hanya disebabkan oleh pola makanya tapi merupakan interaksi dengan faktor-faktor lain yang dalam penelitian ini tidak dijadikan variabel penelitian seperti asupan makan, penyakit infeksi yang merupakan penyebab langsung yang mempengaruhi status gizi.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hudha (2006) menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan status gizi remaja. Pola makan remaja termasuk kategori baik sebesar 71.44% dan obesitas remaja sebesar 56.66%.   
 Moore (1994) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan saat dimana seseorang mulai berinteraksi dengan lebih banyak pengaruh lingkungan dan mengalami pembentukan perilaku. Perubahan gaya hidup pada remaja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebiasaan makan mereka. Peningkatan kemakmuran di masyarakat yang diikuti oleh peningkatan pendidikan dapat mengubah gaya hidup dan pola makan dari pola makan tradisional ke pola makan makanan praktis dan siap saji yang dapat menimbulkan mutu gizi yang tidak seimbang. Hal tersebut terutama terlihat di kota-kota besar di Indonesia. Pola makan tersebut jika tidak dikonsumsi secara rasional mudah menyebabkan kelebihan masukan kalori yang akan menimbulkan obesitas.
Sedangkan menurut Suhardjo, dkk (1986), secara umum status gizi dipengaruhi oleh asupan makan dan penyakit infeksi yang diderita. Asupan makanan yaitu kecukupan energi dan protein dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan, pendapatan keluarga dan sosial budaya. Sedangkan penyakit infeksi dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan dan faktor lingkungan.
KESIMPULAN
1.      Pola makan remaja  SMPN 1 Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi tahun 2010 sebagian besar yaitu 69,7 % (n = 53) dalam kategori kurang
2.      Status gizi remaja SMPN 1 Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi tahun 2010  sebagian besar yaitu 53,9% (n=41) memiliki status gizi kurus.


3.      Tidak ada hubungan antara pola makan dengan status gizi siswa SMP Negeri 1 Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi tahun 2010.

Saran
1.      Bagi institusi kesehatan, perlu adanya upaya peningkatan kerja sama dengan pihak sekolah dalam usaha penanggulangan gizi kurang dengan melakukan pemantauan status gizi dan pemeriksaan kesehatan secara berkala pada kelompok remaja.
2.      Bagi institusi pendidikan, perlu adanya upaya peningkatan pengetahuan gizi dengan upaya menambah fasilitas seperti sistem online internet, buku-buku seputar perkembangan informasi gizi dan kesehatan.
3.      Bagi remaja, perlu adanya perbaikan dalam konsumsi makan baik kualitas maupun kuantitas serta aneka ragam makanan.
4.      Bagi peneliti selanjutnya agar malakukan penelitian lebih lanjut yang mengkaji tentang faktor-faktor langsung seperti asupan makanan dan penyakit infeksi yang mempengaruhi status gizi siswa SMP Negeri 1 Wangi-wangi.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier. S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Arisman, 2004, Pencegahan dan Pengawasan Anemia Defisiensi Besi. Widya Medika : Jakarta.
Baliwati, Yayuk, Farida. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya : Jakarta :
Handajani, 1994. Pangan dan Gizi. Penerbit Medyatama Sarana : Jakarta.                             
Haryanto, 2000. Mencegah Anemia Remaja. www. Saturmed.com (diakses tanggal 23 April 2010)
Hudha. L, 2006. Hubungan Antara Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Obesitas Pada Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang. http://digilib.unnes.ac.id. (Diakses tanggal 21 April 2010).
Husaini, 1989. Tumbuh Kembang dan Gizi Remaja. Bulentin Gizi : Jakarta.
Irianto dan Waluyo, 1997. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Penerbit Yrama Widya : Jakarta.
Kamisah, 2009. Hubungan Pola Konsumsi Pangan dan Tingkat Asupan Gizi dengan Status Gizi Remaja Putri di SMAN 6 Kendari. Poliknik Kesehatan Depkes Kendari Jurusan Gizi.                                                                                                                 
Khomsan, dkk, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penerbit Swadaya : Jakarta.
Khumaidi, 1994. Gizi Masyarakat. Gunung Mulia : Jakarta
Koentjaraningrat, 1985. Ilmu-Ilmu Sosial dalam Pembangunan Kesehatan. Anggota IKPI: Jakarta.

Moehji, Sjahmin. 2003. Ilmu Gizi. Bharata Karya Aksara : Jakarta.
Narendra, B. Moersintowati, 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta.
Notoadmodjo, 2004. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta : Jakarta.
Permaisih. Dkk, 2003. Status Gizi Remaja dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya. http://digilib.ITB.Aac.id. Diakses tanggal 23 November 2009.
Pudjiadi, Solihin. 2001. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Balai Penerbit FKU : Jakarta.
Sajogyo, 2006. Gizi Remaja Putri. Balai Penerbitan FKUI : Jakarta.
Santoso dan Ranti, 2004. Kesehatan dan Gizi. Penerbit Rineka Cipta : Jakarta.
Sediaetomo, Ahmad Djaeni, 1991. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Dian Rakyat : Jakarta.
Suhardjo, 2002. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Penerbit Bumi Aksara : Jakarta.
            , 2003. Perencanaan Pangan dan Gizi. Penerbit Bumi Aksara : Jakarta.
Suhardjo dan Hadi, 2004. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. Penerbit Bumi Aksara : Jakarta
Suhardjo,  dkk, 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian.  
            Jakarta : UI Press : 13-15, 30-33
Supariasa, IDN,  Fajar dan Bakri. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku  Kedokteran : Jakarta.
Toruntju, S. A, 1994. Faktor Sosial Ekonomi Yang Berhubungan Dengan Tingkat Asupan Zat Yodium Pada Ibu Hamil Di Daerah Endemik GAKY Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DIY. TesisS yang tidak di Publikasikan. Program Pasca Sarjana UGM : Yogyakarta.
Widjajo, M.C. 2002. Gizi Tepat Untuk Perkembangan Otak. Kawan Pustaka : Jakarta.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar